Senin, 10 Mei 2010

Remove & Install Electric System Big Digger, Dump Truck, Excavator, Motor Grader, Buldozer

I. STRUCTURE & FUNCTION

1. Battery
Battery pada bagian dalamnya terdiri dari Plat positif terbuat dari material PbO2 ( Lead Peroxide ) dan Plat negatif yang terbuat dari material Pb ( spongy lead ), pada saat elektrolit H2SO4 diisikan kedalam battery, maka akan terjadi reaksi kimia :
PbO2 + 2 H2SO4 + Pb -> PbSO4 + 2 H2O + PbSO4. yang menghasilkan arus listrik.
Pada bagian luar battery terdapat 2 buah terminal yaitu + (positif) dan – (negatif) yang dihubungkan dengan system kelistrikan unit sebagai sumber tenaganya, karena battery mampu mengubah reaksi (energi) kimia menjadi energi listrik.
2. Wiring harness
Rangkaian kabel yang digunakan untuk menghubungkan komponen dalam system electric, yang meliputi : starting system, charging system, monitor panel & control system, lighting system dsb, sehingga arus listrik dari battery dapat mengalir dan system dapat bekerja sesuai fungsi masing masing. Diameter kabel yang digunakan sesuai dengan besar arus yang mengalir, sedangkan untuk mempermudah menelusuri jalur kabel, maka warna kabel dibedakan sesuai systemnya masing2 atau pemberian nomor pada kabel.
3. Starting switch
Suatu komponen elektrik berupa switch dan digerakkan secara manual dengan cara memutar kuncinya, untuk memposisikan ON, Start, Preheat atau OFF dengan cara menghubungkan terminal didalamnya, B, BR, C, R1, R2, ACC sesuai posisi switchnya. Pada dasarnya starting switch berfungsi untuk mengalirkan arus listrik penggerak relay utama (battery relay, safety relay), sehingga tegangan dari battery dapat mengalir ke system kelistrikan unit sesuai posisi Starting Switch.
4. Battery relay
Suatu komponen elektrik berupa relay yang mempunyai main coil untuk menimbulkan medan magnet, pada saat starting switch diposisikan ON. Medan magnet tersebut digunakan untuk menarik kontaktor dan menghubungkan salah satu terminal battery (+ atau –) dengan starting motor atau chasis (tergantung type battery relaynya). Sehingga pada dasarnya battery relay berfungsi untuk menghubungkan atau memutuskan battery (sumber tenaga listrik) dengan sistem kelistrikan pada unit.
5. Safety relay
Suatu komponen electric (built-in type) yang mempunyai 5 terminal : B, C, S, A dan E. Safety relay didalam system dipasang (optional untuk non komatsu) diantara starting switch dan starting motor. Saat starting switch diposisikan start, akan menghubungkan terminal B battery dan terminal C starting motor, jika engine sudah hidup dan alternator bekerja, maka secara otomatis memutus hubungan terminal B dan C, akibatnya meskipun starting switch tetap di posisikan START, starting motor tidak bisa bekerja.
6. Alternator
Suatu komponen elektrik yang mempunyai 3 terminal : B, R, E, dan dipasang pada bagian front cover engine dan dihubungkan drive pulley dengan menggunakan V belt, sehingga saat engine hidup, alternator langsung ikut berputar. Putaran atau tenaga mekanis tersebut akan dirubah menjadi tenaga listrik untuk mengisi tegangan (charging) battery, Arus yang dihasilkan adalah Arus DC (direct current), sehingga tegangan battery dapat selalu dipertahankan saat unit operasi.



7. Starting motor
Suatu komponen elektrik yang dipasang pada flywheel engine, terdiri dari solenoid (magnetic switch) dan motor yang mempunyai 3 terminal B, C dan M. Starting motor berfungsi merubah tenaga listrik menjadi tenaga mekanis (putar) untuk memutar flywheel dan menghidupkan engine.
8. Fusible link
Sebuah fuse dengan kapasitas Arus yang besar (30 – 100A) dan dalam sirkuit dipasang diantara terminal B(+) output battery relay dengan fuse box, dan berfungsi sebagai pengaman battery agar tidak meledak jika terjadi short circuit pada sistem secara menyeluruh karena suatu kasus yang luar biasa terjadi, misalnya terjadi misconnection ataupun harness terjepit frame.
9. Monitor panel (PC1100)
Monitor panel dipasang dalam cabin dan bekerja berdasarkan input signal dari berbagai sensor dan switch yang terpasang pada system unit. Monitor panel meliputi fungsi monitor display, switch mode selector dan electric component didalamnya. Juga mempunyai CPU (Central Processing Unit) built in, yang memproses, menampilkan semua informasi pada Display monitor panel dengan menggunakan liquid crystal display (LCD). Disamping itu jika terjadi keabnormalan pada unit, akan memberikan tanda bahaya atau alarm. Mode switch bertipe switch datar berlapis (flat sheet switch).
10. Controller (engine, hydraulic)
Suatu komponen electrik yang bekerja berdasarkan input sinyal dari berbagai macam sensor dan switch yang terpasang pada engine ataupun komponen sistem lainnya, sedangkan output sinyalnya (command current) akan dikirimkan ke solenoid valve untuk mengatur fuel system engine. Pada dasarnya engine controller mengatur jumlah fuel yang akan diinjeksikan (Quantity fuel injection) dan ketepatan waktu penyemprotan (Timing Injection).
11. Solenoid valve
Suatu komponen electrik yang merupakan actutor dan akan bekerja saat arus listrik mengalir ke coil didalam solenoid valve, sehingga akan timbul medan magnet yang digunakan untuk menggerakkan push pin atau plunger (tergantung konstruksinya). Pada solenoid type plunger, biasanya juga berfungsi sebagai switch valve (pengarah aliran), yang bekerja untuk menghubungkan atau memutuskan aliran dari port input ke port outputnya.
12. Speed sensor
Suatu sensor yang biasanya dipasang pada housing flywheel atau transmisi dan terdapat dua buah kabel sebagai outputnya. Didalam speed sensor terdapat satu magnet tetap, sehingga ketika ujung teeth gear melintas didepannya, akan memotong medan magnet, akibatnya timbul garis gaya listrik yang akan dialirkan melalui kedua kabel outputnya. Arus yang mengalir adalah Alternating Current (AC), dan frekwensinya akan bervariasi sesuai dengan kecepatan lintas teeth gear (putaran shaft).
13. Prolix switch (PC1100)
Terdapat dua buah Prolix switch : Swing prolix switch dan TVC prolix switch yang digunakan saat kondisi emergency dengan memposisikan ON (prolix) kedua switch saat terjadi kerusakan pada pump controller , sehingga swing brake akan selalu release dan unit dapat digerakkan swing, sedangkan TVC solenoid akan mendapat mendapat arus yang konstan, yang besarnya sebanding dengan pada saat working mode posisi G, sehingga TVC valve mengatur torque pump absorption berdasarkan Torque Constant Control.
14. Pressure switch
Suatu komponen electrik yang dipasang pada jalur output PPC valve, sehingga saat PPC valve digerakkan dan pressure oli ( + 4 kg/cm2) bekerja pada switch, pressure switch menjadi ON dan mengirimkan input sinyal menuju Pump Controller, yang selanjutnya akan mengatur kerja sistem.

15. Fuel control dial
Suatu komponen electrik yang pada dasarnya berupa variable potentiometer, sehingga saat dial diputar, nilai resistance akan berubah sesuai dengan sudut putarnya, dan dikirimkan ke engine controller sebagai throttle input signal, sehingga controller akan mengirimkan output signal ke governor solenoid (FIP, Fuel rail actuator (HPI) untuk mengatur putaran engine sesuai dengan putaran fuel control dial dan besar beban yang terjadi. Saat posisi Low Idle, nilai resistance fuel control dial adalah besar, sedangkan saat High idle, nilai resistance adalah kecil. Untuk PC & DZ, sedangkan pada HD785-5 dan WA600-3, nilai resistance kebalikannya.
16. Pressure switch
Suatu komponen electrik yang bekerja berdasarkan pressure angin ataupun pressure oli, sehingga kontaktor akan menghubungkan atau memutus hubungan kedua pin terminalnya (tergantung konstruksinya), saat pressure menekan diaphramnya, maka input sinyal akan dikirimkan ke controller ataupun monitor panel, agar kerja sistem dapat dimonitor dan diatur.
17. Fuse
Suatu komponen electrik yang mempunyai kapasitas alir kuat arus tertentu (5-30A) dan dalam sirkuit dipasang diantara fusible link dan sistem. Fuse akan putus saat arus yang melewatinya melebihi kapasitasnya, saat terjadi short circuit ataupun Overload sehingga berfungsi sebagai pengaman sistem.
18. Level sensor
Terdapat beberapa tipe level sensor yang digunakan dalam sistem monitoring unit, antara lain level sensor resistance type yang antara lain digunakan pada Fuel gauge, dan level sensor switch type yang antara lain digunakan pada radiator collant level atau engine oil level.
19. Governor motor (PC 750)
Motor electric type step motor yang digunakan untuk menggerakkan linkage throttle FIP, sesuai arus perintah (command current ) dari Engine controller, sehingga putaran engine dapat diposisikan mati, low dan high idle ataupun menyesuaikan putaran dengan beban yang terjadi.
Note :
Untuk detail cara kerja komponen, lihat shop manual atau basic training

II. TECHNICAL TERMINOLOGI
1. Parallel circuit
Paralel circuit battery adalah suatu rangkaian yang digunakan untuk menggabungkan beberapa battery pada terminal yang sama menjadi satu sumber tegangan, sehingga total arus menjadi besar (penjumlahan kuat arus [I] ) tanpa terjadi kenaikan tegangan [V].
Paralel circuit resistor adalah suatu rangkaian dengan titik percabangan yang dibagi menjadi beberapa jalur resistor, sehingga kuat arus total [Itotal] yang mengalir menjadi besar (penjumlahan arus [I] yang mengalir pada masing masing resistor [R] ) pada tegangan [V] yang tetap.
2. Series circuit
Series circuit battery adalah suatu rangkaian yang digunakan untuk mengabungkan beberapa battery pada terminal yang berlawanan menjadi satu sumber tegangan, sehingga total tegangan [Vtotal] menjadi lebih besar (penjumlahan tegangan [V] ) tanpa terjadi kenaikan arus [I].
Series circuit resistor adalah suatu rangkaian beberapa resistor [R] secara berurutan, karena total resistance [Rtotal] menjadi lebih besar (penjumlahan nilai resistor [R], sehingga kuat arus [I] yang mengalir menjadi lebih kecil, pada tegangan [V] yang tetap.
3. Grounding
Menghubungkan terminal negatif (-) battery dengan chasis atau body, pada sistem kelistrikan unit, sehingga untuk mengalirkan arus listrik (setelah melalui lampu, solenoid valve, relay, sensor dsb) hanya tinggal menghubungkan ke chasis, karena semua body unit sudah menjadi terminal negatif.

4. Continuity
Suatu rangkaian terhubung yang bisa mengalirkan arus listrik, pada kondisi terhubung maka nilai resistancenya max. 1
5. Alternating current (AC)
Alternating current (Arus bolak – balik) adalah arus yang mengalir dalam arah yang berubah - ubah. Dimana masing - masing terminal polaritasnya selalu berubah - ubah. Pada selang waktu tertentu menjadi positif dan bisa berubah lagi menjadi negatif. Contoh sumber arus yang menghasilkan arus bolak–balik adalah alternator (AC generator), PLN dan lain - lain.
6. Direct current (DC)
Direct current (Arus searah) adalah arus yang mengalir dengan arah yang tetap (konstan), dimana masing - masing terminal selalu tetap polaritasnya. Misalkan sebagai kutub (+) selalu menghasilkan polaritas positif dan pada kutub (-) akan selalu menghasilkan polaritas negatif.
7. Normally open circuit
Suatu rangkaian listrik yang menggunakan switch (manual, pressure, level, electromagnetic coil / relay) dan pada kondisi normal atau tidak bekerja, kontaktor akan terbuka sehingga kedua terminalnya tidak saling berhubungan (min. 1M).
8. Normally closed circuit
Suatu rangkaian listrik yang menggunakan switch (manual, pressure, level, electromagnetic /coil) dan pada kondisi normal atau tidak bekerja, kontaktor akan tertutup sehingga kedua terminalnya saling berhubungan (max. 1).
9. Overcharge
Suatu kondisi dimana besarnya tegangan pengisian (charging voltage [V]) melebihi dari standart, hal ini dapat disebabkan kerusakan pada alternator.
10. User code (Komatsu product)
Saat terjadi keabnormalan pada control system unit dan terdeteksi oleh controller, maka controller akan menampilkan User code pada monitor panel untuk memberitahukan kepada operator jika terjadi keabnormalan pada unitnya. Untuk HD series dan Buldozer, user code menunjukkan hal yang harus dilakukan operator saat terjadi keabnormalan, sedangkan pada PC series, user code menunjukkan telah terjadi kerusakan pada suatu System.
11. Service code (Komatsu product)
Setelah user code ditampilkan, maka untuk mengetahui detail kerusakan system, mekanik dapat masuk ke menu Service code, sehingga mengetahui detail kerusakan dan dapat melakukan langkah troubleshooting dan repair dengan tepat.
12. Disconnection (open circuit, loss contact)
Suatu kondisi dimana arus tidak dapat mengalir karena terlepasnya sambungan connector antara male dan femalenya, terutama karena goncangan atau clamping harness tidak kuat, atau lock connector sudah rusak, sehingga terjadi keabnormalan pada system unit.
13. Short circuit
Jenis kerusakan pada system kelistrikan unit, dikarenakan adanya hubungan singkat antara arus positif dengan chasis, sehingga terjadi over capacity pada fuse dan fuse menjadi putus, hal ini dapat disebabkan adanya kabel yang terkelupas karena gesekan atau terjadi penyimpangan langkah repair : mengelupas kabel atau menyambung tanpa isolator yang baik.
14. Neutral safety function
Suatu system yang dipasang pada starting system, yang berfungsi untuk mencegah engine dapat distart pada saat lever transmission tidak pada posisi netral (HD, GD, WA, D155), sedangkan pada D375, netral safetynya dipasang pada safety lock lever.





III. TOOL

1. MultiTester (AVO)
Alat yang digunakan untuk mengukur tegangan [V], arus [I], dan hambatan [R] pada system kelistrikan. Pada jenis yang lebih canggih, juga dilengkapi untuk mengukur Frequency (Hz).
2. Hydrotester
Alat yang digunakan untuk mengetahui berat jenis suatu liquid, biasanya untuk elektrolit battery.
3. Refractometer
Alat yang digunakan untuk mengetahui berat jenis suatu liquid, biasanya untuk elektrolit battery tetapi teknologinya lebih canggih.
4. Harness checker
Alat yang digunakan untuk mempermudah pengukuran tegangan [V] dan hambatan [R] pada wiring harness unit. Pada prinsipnya, alat ini hanya menghubungkan kabel secara paralel sesuai jumlah pin connectornya dan menghubungkannya dengan T- adapter . Pada T-adapter terdapat sejumlah lubang test pin dengan nomor urut yang mewakili nomor urut pin pada connector.
5. Contact cleaner
Suatu liquid (bahan kimia) yang digunakan untuk membersihkan pin connector dari karat dan kotoran lainnya, sehingga kontak antara pin menjadi bersih dan arus listrik dapat mengalir dengan lebih baik karena tidak ada resistance. Pemakaian contact cleaner dengan cara menyemprotkannya pada permukaan pin connector.
6. Electrical tool kits
Seperangkat tools yang khusus digunakan untuk melakukan pekerjaan repair sistem kelistrikan unit : memotong dan menyambung kabel, mengganti connector dan crimping, mengukur Tegangan, Arus, Resistance dsb, sehingga kwalitas pekerjaan sesuai standard.
7. Cable jumper (battery booster)
Sepasang kabel yang digunakan untuk menghubungkan secara paralel kedua terminal battery yang kondisinya baik (Tegangan dan kuat arus mencukupi) dengan terminal battery yang tegangannya turun, sebagai upaya untuk memperkuat kemampuan start battery.

IV. INSPECTION – MEASUREMENT

Note : Item measurement harus berdasarkan standart pada shop manual atau QA
1. Monitor panel
Visual check : Pastikan semua check lamp, caution lamp ataupun warning lamp OFF, saat engine hidup, sebagai indikasi semua system monitoring bekerja normal.
Manual check : Operasikan semua switch, dan pastikan semua system bekerja normal dan tidak muncul user ataupun service code.
Measurement : Ukur voltage pada Fuse untuk monitor panel, pastikan voltage normal.
2. Voltage battery
Visual check : Pastikan kondisi terminal, pole dan cable crimp bersih dan bolt tidak kendor. Tidak ada keretakan ataupun pecah pada case battery.
Pastikan electrolyte battery pada range levelnya, dan vent plug tidak buntu
Measurement : Ukur voltage battery menggunakan multitester
3. Prolix switch
Visual check : Pastikan kondisi connector dan pin tidak ada yang rusak
Manual check : Gerakkan bolak balik, untuk memastikan switch tidak jammed.
Measurement : Ukur continuity switch dengan menggunakan Multimeter


4. Continuity
Measurement : Gunakan multitester: jika resistance menunjuk max. 1 berarti sambungan normal, tepati jika menunjuk Min.1M, maka kabel putus.
5. Relay
Visual check : Pastikan kondisi connector dan pin tidak ada yang rusak
Measurement : Ukur resistance magnetic coil dengan menggunakan Multimeter dan pastikan nilainya dalam range standart. Ukur continuity antar pin input dengan kedua pin output
6. Solenoid valve
Visual check : Pastikan kondisi connector dan pin tidak ada yang rusak, kabel tidak terkelupas
Manual check : Goyangkan solenoid, dan perhatikan bunyi pergerakan plunger atau pushpin.
Measurement : Ukur resistance magnetic coil dengan menggunakan Multimeter dan pastikan nilainya dalam range standart.
7. Alternator
Visual check : Pastikan kondisi terminal tidak ada yang rusak, pulley dapat berputar ringan.
Measurement : Ukur resistance antar terminal dengan menggunakan Multimeter dan pastikan nilainya dalam range standart.
8. Starting motor
Visual check : Pastikan kondisi terminal tidak ada yang rusak,
Manual check : Putar dan gerakkan overrun clutch, untuk memastikan masih normal.
Measurement : Ukur resistance antar terminal dengan menggunakan Multimeter dan pastikan nilainya dalam range standart.
9. Battery relay
Visual check : Pastikan kondisi terminal tidak ada yang rusak
Measurement : Ukur resistance antar terminal dengan menggunakan Multimeter dan pastikan nilainya dalam range standart.
10. Speed sensor
Visual check : Pastikan kondisi connector, pin dan ulir body tidak ada yang rusak, kabel tidak terkelupas
Measurement : Ukur resistance antar terminal dengan menggunakan Multimeter dan pastikan nilainya dalam range standart.
11. Governor motor
Visual check : Pastikan kondisi connector dan pin tidak ada yang rusak, kabel tidak terkelupas
Measurement : Ukur resistance antar terminal dengan menggunakan Multimeter dan pastikan nilainya dalam range standart.
Catatan, jangan menggerakkan lever saat connector masih tersambung.
12. Fuel control dial
Visual check : Pastikan kondisi connector dan pin tidak ada yang rusak, kabel tidak terkelupas
Measurement : Ukur resistance antar terminal dengan menggunakan Multimeter dan pastikan nilainya dalam range standart.
13. Diode
Visual check : Pastikan pin tidak rusak, body diode tidak menggembung
Measurement : Ukur resistance antar terminal dengan menggunakan Multimeter dan pastikan hanya pada salah satu arah arus dapat mengalir.


14. Voltage
Measurement : Ukur voltage menggunakan Multimeter (V AC atau V DC) sesuai type arusnya dan hubungkan secara paralel pin multitester dengan system yang diukur dengan sumber tenaga battery terpasang (starting switch posisi ON)
15. Resistance
Measurement : Ukur resistance menggunakan Multimeter (, K, M sesuai besar resistance dan hubungkan paralel pin multitester dengan system yang diukur tanpa sumber tenaga battery (starting switch posisi OFF).
16. Current
Measurement : Ukur kuat arus menggunakan Multimeter (A) dan hubungkan secara serie pin multitester dengan system yang diukur dengan sumber tenaga battery terpasang (starting switch posisi ON). Pastikan arus yang mengalir tidak melibihi kapasitas multimeter.

V. PART RECOMMENDATION
1. PNPB (Publication Number of Part Book)
Suatu angka yang tertera pada cover part book (pojok kanan atas) yang menunjukkan aplikasi part book tersebut sesuai dengan Serial Number dan Tipe Unit.
2. SPO (Standard Part Overhaul)
Daftar part yang dibutuhkan untuk overhaul normal sesuai umur yang direkomendasikan factory, dengan kondisi tidak terjadi kerusakan abnormal pada komponen.
APL (Application Part List) (Remove & Install)
Daftar part yang dibutuhkan untuk Remove dan Install komponen sesuai umur yang direkomendasikan factory, dengan kondisi tidak terjadi kerusakan abnormal.
3. PSN (Part & Service News)
Informasi dari factory berupa brosur atau leaflet yang berisikan modifikasi atau improvement pada komponen, system atau technical instruction (Prosedur Repair, Testing Adjusting) dengan tujuan untuk meningkatkan performance atau memperbaiki kelemahan dan kekurangan. Setiap PSN hanya berlaku untuk Serial Number tertentu yang sesuai.
4. Kode kode pada part book (symbol)
Kode dari factory berupa angka dan huruf, sedangkan symbol berupa gambar yang ditunjukkan pada part book, dengan tujuan untuk mempermudah proses pemilihan part yang akan diorder, sehingga dapat mencegah kesalahan order atau double order (karena komponen ass"y dan separated diorder secara bersamaan). Dan juga mempermudah pencarian komponen yang berkaitan atau saling berhubungan.
5. Reusable part
Part yang masih dapat digunakan lagi setelah dilakukan visual check dengan membandingkan dengan reusable book (guide), dan hasil pengukuran masih dalam range yang diijinkan sesuai maintenance standart atau Quality Assurance.
6. Quality Assurance
Prosedur dan urutan langkah kerja yang harus dilakukan saat melakukan suatu pekerjaan Overhaul atau Remove Install, dimana didalamnya terdapat Critical Point dan Item Measurement yang harus diperhatikan dan dilakukan, sehingga dapat mencegah Redo ataupun premature damage

VI. TESTING AND ADJUSTING (untuk detail lihat shop manual)

1. T/M Shift Lever Potensiometer
- lihat shop manual


2. Transmission Speed Sensor
- Kendorkan locknut, dan lepas connector
- Putar searah jarum sampai terasa ujung sensor menyentuh teeth gear. (jangan menggunakan tool)
- Putar balik sensor sekitar ¾ - 1 putaran
(untuk engine speed sensor putar balik sekitar ½ - ¾ putaran.
3. Forward / Reverse Proximity Switch
- lihat shop manual
4. Engine Stop Motor Cable
- lihat shop manual
5. Alternator V-belt tension
- lihat shop manual
6. Charging Lamp menyala
- V – Belt putus atau slip
- Kabel R atau B putus,
- Alternator rusak, dsb
7. Starting system tidak berfungsi
- Battery low voltage
- Starting motor rusak
- Kabel C putus, dsb
8. Alternator no Charge
- Belt putus atau slip
- Kabel R atau B putus,
- Alternator rusak, dsb
9. Monitor Panel No Light
- Bulb putus
- dsb putus
10. Working Lamp no Light
- Fuse putus
- Lampu putus
- Relay putus, dsb putus

Minggu, 09 Mei 2010

Machine Troubleshooting Dump Truck & Motor Grader

I. MACHINE INSPECTION PROGRAM
Maksud , Tujuan dan prosedur Measurement (Inspection)

1. Engine speed (Rpm)
Mengetahui speed engine saat low idle dan high idle, untuk memastikan Fuel throttle lever linkage (GD825) atau Throttle pedal (electrical throttle system HD785-5) kondisinya normal. Sedangkan untuk mengetahui power engine, pengukuran dilakukan dengan stall speed.
Prosedur
- Radiator coolant temperature : 70-90o (temperature kerja)
- Memastikan fuel throttle lever dapat diposisikan pada stopper Low dan High
- Hidupkan engine dan ukur speed saat low dan high.
2. Compression pressure (kg/cm2)
Mengetahui tingkat keausan pada liner dan ring piston, atau kondisi valve guide / steam.
Prosedur
- Radiator coolant temperature : + 60oC
- Cracking rpm : 150 – 250 rpm (untuk memastikan tercapai, pasang tachometer)
- Pastikan Intake system kondisinya bagus (tidak terjadi kebuntuan)
- Valve clearance: standart
- Lepas nozzle atau injector, dan pasang adapter (nozzle palsu), sambungkan dengan pressure gauge.
- Tutup fuel line, posisikan shut-off agar tidak terjadi fuel injection.
- Putar (crangking) engine dengan tenaga battery saja (engine tidak hidup) dan ukur compression pressure. Lakukan 3-4 kali, ambil nilai rata rata.
- Agar battery lebih tahan lama, buka semua nozzle atau injector.
3. Blow by pressure (mmH2O, mmAq)
Untuk mengetahui tingkat keausan pada liner dan ring piston (bebocoran pressure dari ruang bakar)
Prosedur
- Radiator coolant temperature : 70-90o (temperature kerja)
- Memastikan pedal throttle lingkage & lever throttle FIP dapat diposisikan pada stopper High.
- Check fuel dan air system kondisinya normal.
- Pasang Blow-by adapter dan sambungkan dengan pressure gauge
- Hidupkan engine, posisikan high idle (jika memungkinkan berikan load maksimal , ukur
saat unit operasi), kemudian ukur pressure blow by.
Untuk memastikan blowby merupakan indikasi terjadinya kebocoran pressure dari ruang bakar, maka harus didukung data pendukung sebagai berikut.
- Pressure blow-by diatas standart / permissible
- Warna blow-by cenderung putih kebiru – biruan sebagai indikasi adanya oli yang terbakar.
- Oil consumption tinggi
- Hasil PAP (silicon- debu, metal wear)
- Trend analysis blowby-pressure
4. Oil pressure (kg/cm2)
Memastikan pressure oli yang digunakan untuk system lubricating engine sesuai standart, sehingga tidak terjadi keausan abnormal.
Prosedur
- Radiator coolant temperature : 70-90o (temperature kerja)
- Oil level dalam range Low-High
- Tidak terjadi oil leakage
- Pasang nipple dan sambungkan dengan pressure gauge.
- Hidupkan engine, ukur pressure saat engine low idle dan high idle.
5. Intake resistant (mmH20)
Untuk mengetahui tingkat kebuntuan air cleaner dan juga sebagai indikasi kemampuan hisap piston.
Prosedur
- Radiator coolant temperature : 70-90o (temperature kerja)
- Tidak terjadi kebocoran pada intake system
- Pasang nipple measurement dan sambungkan dengan pressure gauge
- Hidupkan engine, ukur intake resistance dengan stall speed.
6. Exhaust temperature (oC)
Untuk mengetahui tingkat kwalitas pembakaran, yang ditentukan oleh perbandingan udara yang masuk dengan fuel yang diinjeksikan.
Prosedur
- Radiator coolant temperature : 70-90o (temperature kerja)
- Check fuel dan air system kondisinya normal.
- Pasang temperature sensor dan sambungkan dengan thermometer
- Hidupkan engine, ukur exhaust temperature dengan stall speed (akan lebih actual jika pengukuran dilakukan selama unit operasi).
7. Exhaust gas color (Bosch Index)
Untuk mengetahui tingkat kwalitas pembakaran, dan tingkat kebocoran oli kedalam ruang bakar (melalui valve steam dan ring piston).
Prosedur
- Radiator coolant temperature : 70-90o (temperature kerja)
- Check fuel dan air system kondisinya normal.
- Hidupkan engine, masukkan suction port Smoke checker kedalam muffler (exhaust pipe) dan hisap (tarik handlenya) saat engine diakselerasikan.
- Bandingkan hasil hisapan gas buang yang terdapat pada filter paper dengan table standart
8. Valve clearance
Untuk mengetahui dan memastikan kerengangan valve (intake dan exhaust) sesuai standard, karena clearance valve menentukan valve timing dan total valve stroke (total jumlah udara yang masuk dan exhaust gas yang keluar), sehingga sangat berpengaruh terhadap tenaga engine.
Prosedur
- Radiator coolant temperature : + 60oC (atau tergantung standart factory : Cold / Hot)
- Posisikan cylinder yang akan diadjust pada TDC compression
- Masukkan feeler gauge (sesuai standart clearance) diantara rocker arm dan crosshead, putar adjustment screw sampai feeler gauge terasa sliding saat digerakkan.
- Adjustment valve clearance dapat dilakukan per Cylinder atau dengan metode dua kali putar.
9. Oil temperature
Untuk mengetahui dan memastikan temperature oli dalam range kerja, karena temperature sangat berpengaruh terhadap viskositas oli yang dapat mempercepat keausan komponen.
Prosedur
- Radiator coolant temperature : 70-90o (temperature kerja)
- Oil level dalam range Low-High
- Masukkan Fluid temperature sensor melalui oil filler jika memungkinkan, atau pasang elbow (terdapat dalam thermometer kits) pada main gallery dan masukkan Fluid temperature sensor untuk mengukur temperature oli.
10. Fuel Injection timing (FIP)
Untuk mengetahui dan memastikan Start of Injection, karena sangat menentukan tenaga engine dan untuk mencegah terjadinya knocking atau detonation.
- Prosedur (Delivery method)
- Putar dan posisikan Cylinder no.1 pada TDC Compression kemudian tepatkan mark IJ (start injection) pada front damper atau flywheel dengan pointer.
- Lepas delivery valve No. 1 dan kendorkan bolt coupling FIP
- Pompakan feed pump sambil menggerakkan drive shaft FIP, perhatikan saat fuel berhenti mengalir dari lubang delivery valve No.1, maka berarti timing injection sudah tepat.
Prosedur Mark alignment method
- Putar dan posisikan Cylinder no.1 pada TDC Compression kemudian tepatkan mark IJ (start injection) pada front damper atau flywheel dengan pointer.
- Posisikan mark (tanda) drive shaft dengan housing FIP saling segaris atau sejajar.
Untuk HPI Engine ; dapat langsung menggunakan monitoring system dalam special function of monitor panel
11. Radiator pressure valve
Untuk mengetahui pressure maksimal didalam cooling system, sehingga tidak terjadi over pressure yang dapat menyebabkan kebocoran (hose, clamp, core radiator dsb) dan mencegah air didalam radiator dapat mendidih, jika pressurenya terlalu rendah, sehingga tidak terjadi cavitasi pada komponen (liner).
- Gunakan radiator cap tester.
12. Fan belt tension
Untuk memastikan fan dapat berputar dengan kecepatan sesuai putaran engine (tidak terjadi slip), sehingga hisapan atau hembusan angin untuk mendinginkan air radiator dapat maksimal. Tension belt yang standart juga akan mencegah terjadi kerusakan belt lebih cepat.
Prosedur
- Tekan belt dengan menggunakan push-pull scale dengan tekanan sesuai standart.
- Ukur penyimpangan (deflection) belt
13. Oil consumption ratio
Untuk mengetahui jumlah penambahan oli yang disebabkan adanya oli yang masuk ke dalam ruang bakar melalui ring piston atau valve steam, sehingga ikut terbakar. Pengukuran perbandingan berdasarkan jumlah penambahan oli dengan jumlah bahan bakar (fuel) yang digunakan.

NOTE :
Semua item measurement dibawah harus dilakukan sesuai dengan kondisi dan syarat measurement, dengan prosedur seperti dalam shop manual, agar didapatkan data actual yang dapat digunakan analisa performance unit yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dump Truck
1. Torque converter stall speed
Pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui kemampuan torque converter dalam menyalurkan tenaga engine ke power train. Sebelum melakukan T/C stall, harus melakukan mengecheckan Fuel and Air System engine, yakinkan kondisinya normal.
Jika pada akhirnya digunakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui performance engine saat terpasang diunit, adalah dengan pertimbangan bahwa Performance Torque Converter relative lebih stabil dibandingkan dengan engine dengan membandingkan frekwensi kerusakan antara kedua komponen tersebut. Misal saat unit beroperasi pada medan yang berdebu, maka sejalan dengan kebuntuan Air Cleaner, engine akan mengalami penurunan performance. Sedangkan Torque converter relative jarang sekali mengalami kerusakan atau keabnormalan.



2. Torque conventer inlet pressure
Untuk mengetahui besar pressure oli yang akan masuk kedalam torque converter dan pressure maksimalnya dibatasi oleh T/C relief valve. Pressure oli tersebut berasal dari main relief valve, setelah bekerja untuk membatasi maksimal pressure dalam circuit hydraulic power train. Jika inlet pressure dalam range standart, diharapkan performance T/C juga dalam kondisi standart.
3. Torque conventer outlet pressure
Untuk mengetahui besar pressure oli yang ada didalam torque converter dan pressure maksimalnya ditentukan oil cooler (inner restriction-tingkat kebuntuan), outlet pressure T/C relative lebih rendah daripada inlet pressure T/C. Dapat digunakan sebagai indikasi tingkat internal leakage yang terjadi dalam torque converter dan jika outlet pressure dalam range standart, diharapkan performance T/C juga dalam kondisi standart.
4. Torque converter lock-up pressure
Untuk mengetahui besar pressure yang digunakan untuk mengengagedkan lock-up clutch, besar pressure diatur oleh lock-up modulating valve sebesar 16 + 0.5 kg/cm2 (HD), 14 kg/cm2 (DZ), 18,5 kg/cm2 (HM), dimana kenaikan pressurenya diatur secara bertahap sehingga mengurangi kejutan yang terjadi.
5. Transmission main relief pressure
Untuk mengetahui maksimal pressure dalam system control transmission, yang digunakan untuk mengengagedkan clutch, sehingga system dapat berfungsi normal. Pressure maksimal dibatasi oleh main relief valve, dimana saat relief pressure tercapai, akan membebaskan flow discharge menuju torque converter (sisi inlet). Dengan kata lain torque converter tidak akan bekerja (torque off), saat flow discharge pump dialirkan dan digunakan untuk mengengagedkan clutch pack transmission.
6. ECMV hydraulic pressure
Pengukuran dilakukan menggunakan shift modulating checker, sehingga dapat diukur pressure yang digunakan untuk mengengagedkan masing masing clutch secara individual tanpa harus menjalankan unit. Maksimal pressure tidak sama untuk setiap clutch, tetapi sesuai dengan standart pressure masing masing clutch, dimana maksimal pressurenya sesuai dengan Arus perintah (command current) yang diatur kenaikannya secara bertahap oleh shift modulating checker.
7. Transmission lubrication pressure
Untuk memastikan besarnya pressure oli yang digunakan untuk pelumasan inner component transmission, sehingga tidak terjadi keausan abnormal, maksimal pressure lubricating dibatasi oleh lubricating valve.
8. Steering wheel play
Untuk mengetahui gerak bebas steering wheel saat engine mati, sebagai indikasi keausan pada steering shaft spline, U-joint dan gear set steering valve, sehingga responsive steering valve terhadap pergerakan steering wheel dapat dipertahankan.
9. No. of turn steering wheel
Untuk mengetahui jumlah putaran steering wheel saat digunakan untuk menggerakkan steering Lock To Lock (right end stroke – left end stroke) dan dapat digunakan sebagai indikasi besarnya flow discharge pump yang menuju steering cylinder dan diatur oleh steering demand valve berdasarkan pilot pressure (load sensing) dari steering valve.
10. Turning time of steering wheel
Untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk menggerakkan steering Lock To Lock (right end stroke – left end stroke) dan dapat digunakan sebagai indikasi besarnya flow discharge hydraulic pump yang menuju steering cylinder yang diatur oleh steering demand valve berdasarkan pilot pressure dari steering valve.



11. Steering relief pressure
Untuk mengetahui maksimal pressure dalam steering circuit saat mendapat beban berlebihan atau gerakan steering roda tertahan sehingga relief pressure tercapai dan dibatasi oleh relief valve dengan membebaskan sebagian flow discharge pump kembali ke tank. Dapat digunakan sebagai indikasi kemampuan steering system, misalnya saat unit beroperasi pada medan berlumpur, steering tetap dapat digerakkan meskipun unit amblas, sehingga mempermudah unit keluar.
12. Operating force of steering wheel
Untuk mengetahui gaya yang diperlukan untuk memutar steering wheel, sebagai indikasi kemampuan steering valve berfungsi sebagai motor, jika tidak memungkinkan melakukan pengukuran saat engine mati, lakukan dengan engine low idle dan jalankan unit secara perlahan.
13. Hoist valve relief pressure
Untuk mengetahui operating pressure selama Dump Body digerakkan Raise dan saat cylinder Hoist mencapai end stroke (kick out), sebagai indikasi kemampuan hydraulic system menyerap tenaga engine dan merubahnya menjadi tenaga hydraulis saat digunakan untuk menggerakkan Dump body serta untuk mengetahui maksimal pressure saat relief valve bekerja.
14. Hoist lever operating force
Untuk mengetahui gaya atau tenaga yang diperlukan untuk mengggerakkan Hoist lever dari posisi Hold-Raise-Hold-Float-Lower dan sebaliknya, sebagai indikasi lubricating linkage dan push-pull cable kondisinya normal agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
15. Hoist lever travel
Untuk mengetahui panjang langkah pergerakan Hoist lever, saat digerakkan dari posisi Hold-Raise-Hold-Float-Lower dan sebaliknya, sebagai indikasi ketepatan adjustment linkage, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
16. Lifting speed of body
Untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk menaikkan Dump body dari posisi seating sampai dump body Kick-out, sebagai indikasi banyaknya flow discharge yang dialirkan menuju sisi bottom hoist cylinder dan dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan hydraulic pump dan kerja demand valve.
17. Lowering speed of body
Untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk menurunkan Dump body dari posisi kick-out sampai dump body posisi seating, sebagai indikasi kerja slow return valve untuk menghambat oli dari sisi bottom hoist cylinder yang akan kembali ke tank, sehingga gerakan turun dump body dapat lebih smooth dan mencegah terjadinya kevakuman pada sisi head hoist cylinder.
18. Hydraulic drift of body
Untuk mengetahui kecepatan penurunan dump body pada saat posisi menggantung dan lever control posisi Hold sehingga berat dump body ditahan sepenuhnya oleh cylinder, sebagai indikasi tingkat kebocoran (internal leakage) pada seal piston hoist cylinder atau hoist control valve.
19. Air governer set pressure
Untuk mengetahui cut-in pressure dan cut-out pressure, sehingga dapat dipastikan pressure angin yang dibutuhkan dalam system dapat dipertahankan dalam range kerja standart.
Cut-out pressure :
Batas pressure maksimal dalam wet tank, dimana governor valve bekerja untuk mengalirkan pilot pressure menuju Unloader valve, untuk menekan inlet valve selalu terbuka, sehingga compressor tidak dapat menghasilkan langkah compressi (Unload condition), dengan demikian pressure angin dalam system tidak dapat naik lebih tinggi.


Cut-in pressure :
Batas pressure minimal dalam wet tank, dimana governor valve kembali tertutup dan pilot pressure penggerak Unloader valve dibuang ke udara luar, sehingga inlet valve dapat bekerja normal dan compressor kembali bekerja (Load condition) untuk menghasilkan supply angin ke dalam system, sehingga pressure dalam system dapat dinaikkan kembali
20. Service braking distance
Untuk mengetahui kemampuan service brake system saat dioperasikan secara mendadak pada kecepatan travel tertentu (32 km/h) dengan mengukur jarak efek pengereman dari titik brake pedal diinjak penuh sampai unit berhenti, dapat digunakan sebagai indikasi respon brake system secara menyeluruh (pressure, wear disc clutch) dan kondisi roda.
21. Retarder brake braking distance
Untuk mengetahui kemampuan retarder brake system saat dioperasikan secara mendadak pada kecepatan travel tertentu (32 km/h) dengan mengukur jarak efek pengereman dari titik lever retarder ditarik penuh sampai unit berhenti, dapat digunakan sebagai indikasi respon retarder brake system secara menyeluruh (pressure, wear disc clutch) dan kondisi roda.
22. Brake actuating pressure
Untuk mengetahui maksimum pressure yang digunakan untuk mengengagedkan rear brake clutch dan front brake disc pads, sebagai indikasi kemampuan hydropneumatic system menghasilkan pressure oli untuk menimbulkan braking force.
23. Stopping distance when emergency brake is applied
Untuk mengetahui kemampuan emergeny brake system saat dioperasikan secara mendadak pada kecepatan travel tertentu (32 km/h) dengan mengukur jarak efek pengereman dari titik lever retarder ditarik penuh sampai unit berhenti, dapat digunakan sebagai indikasi respon retarder brake system secara menyeluruh (pressure, wear disc clutch) dan kondisi roda.
Note :
Pengukuran starting speed dibawah dapat dilakukan karena adanya torque converter dalam system power train dan diukur berdasarkan speed engine pada saat unit mulai bisa bergerak.
24. Braking performance of service brake (starting test)
Untuk mengetahui kemampuan rear dan front brake secara bersamaan saat kedua brake dibebani oleh tenaga engine, jika tenaga engine lebih besar dari braking force pada kedua brake, maka brake akan slip dan roda masih bisa berputar.
25. Braking performance of retarder brake (starting test)
Untuk mengetahui kemampuan rear brake saat dibebani oleh tenaga engine, karena tenaga engine lebih besar dari braking force rear brake, maka brake akan slip dan roda masih bisa berputar.
26. Braking performance of emergency brake (starting test)
Untuk mengetahui kemampuan rear, front dan parking brake secara bersamaan saat ketiga brake dibebani oleh tenaga engine, jika tenaga engine lebih besar dari friction force ketiga brake, maka brake akan terjadi slip dan roda masih bisa berputar.
27. Braking performance of parking brake (starting test)
Untuk mengetahui kemampuan parking brake saat dibebani oleh tenaga engine, jika tenaga engine lebih besar dari braking force parking brake, maka brake akan terjadi slip dan roda masih bisa berputar.
28. Brake pedal operating force
Untuk mengetahui gaya yang diperlukan untuk menggerakkan brake pedal, saat digerakkan dari posisi Release – Brake, sebagai indikasi mechanism inner part brake valve kondisinya normal, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.




29. Brake pedal travel
Untuk mengetahui panjang langkah pergerakan brake pedal, saat digerakkan dari posisi Release – Brake, sebagai indikasi tingkat keausan mechanism brake valve dan ketepatan adjustment, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
30. Retarder control lever operating force
Untuk mengetahui gaya yang diperlukan untuk menarik retarder lever, saat digerakkan dari posisi Release – Brake, sebagai indikasi mechanism retarder valve kondisinya normal, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
31. Retarder control lever travel
Untuk mengetahui panjang langkah pergerakan retarder lever, saat digerakkan dari posisi Release – Brake, sebagai indikasi ketepatan adjustment linkage, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
32. Parking brake lever operating force
Untuk mengetahui gaya yang diperlukan untuk menarik parking brake lever, saat digerakkan dari posisi Release – Brake, sebagai indikasi mechanism retarder valve kondisinya normal, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
33. Emergency brake operating force
Untuk mengetahui gaya yang diperlukan untuk menarik emergency brake lever, saat digerakkan dari posisi Release – Brake, sebagai indikasi mechanism emergency valve kondisinya normal, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
35. Suspension cylinder pressure
Untuk mengetahui besarnya pressure dalam cylinder suspension pada saat unit tanpa muatan, sebagai indikasi kemampuan suspension meredam kejutan yang terjadi.
36. Suspension cylinder installed lenght
Untuk mengetahui panjang rod suspension terpasang saat unit tanpa muatan, sebagai indikasi kemampuan suspension mempertahankan ketinggian chasis (ground clearance) saat unit bermuatan atau saat mendapat beban kejutan dari permukaan jalan yang tidak rata.

Motor Grader
1. Transmission pilot pressure
Untuk mengetahui besar pilot pressure penggerak clutch spool transmission sehingga dapat mengarahkan flow discharge pump menuju clutch, besar pilot pressure cenderung konstan, tidak dipengaruhi oleh rpm engine dan diatur / dibatasi oleh pilot reducing valve.
2. Transmission lubrication pressure
Untuk memastikan besarnya pressure oli yang digunakan untuk pelumasan inner component transmission, sehingga tidak terjadi keausan abnormal, maksimal pressure lubricating dibatasi oleh lubricating valve.
3. Transmission main relief pressure
Untuk mengetahui maksimal pressure dalam system control transmission yang digunakan untuk mengengagedkan clutch, sehingga system dapat berfungsi normal. Besar pressure diatur oleh main relief valve, dimana saat relief pressure tercapai, flow discharge pump akan dikembalikan ke tank melalui port drain main relief valve.
4. Transmission inching pressure
Untuk mengetahui besarnya pressure yang digunakan untuk mengengagedkan clutch Forward atau Reverse, pressure clutch akan dihilangkan atau dihubungkan dengan circuit drain saat inching pedal diinjak. Dapat digunakan sebagai indikasi ketepatan adjustment linkage & rod mekanisme pedal inching, sehingga saat gear shifting dapat dilakukan dengan smooth dan tidak terjadi slippage pada clutch Forward atau Reverse.



5. Transmission slipping
Untuk mengetahui tingkat slippage yang terjadi pada masing masing clutch, sehingga terlebih dahulu diukur modulating pressure dan modulating time masing masing clutch, untuk memastikan clutch dapat full engaged. Transmission slipping dapat digunakan sebagai indikasi keausan disc-plate clutch pack transmission.
6. Differential locking device oil pressure
Untuk mengetahi besarnya pressure yang digunakan untuk mengengagedkan differential lock clutch, dimana maksimal pressurenya dibatasi oleh relief valve (25 kg/cm2). Dapat digunakan sebagai indikasi kemampuan clutch differential lock menyamakan putaran kedua sisi roda meskipun terjadi perbedaan yang besar pada kedua sisi roda.
7. Transmission gear shift lever travel
Untuk mengetahui panjang langkah pergerakan directional lever, saat digerakkan dari posisi P - N – F1 – F2 – F3 - F4 – F5 – F6 – F7 – F8, P - N – R1 – R2 – R3 - R4 – R5 – R6 – R7 – R8 sebagai indikasi ketepatan adjustment rotary switch atau potentiometer lingkage & ball detent, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
8. Transmission gear shift lever operating force
Untuk mengetahui gaya yang diperlukan untuk menggerakkan directional lever, saat digerakkan dari posisi P - N – F1 – F2 – F3 - F4 – F5 – F6 – F7 – F8, P - N – R1 – R2 – R3 - R4 – R5 – R6 – R7 – R8, sebagai indikasi ketepatan adjustment dan rotary switch atau potentiometer lingkage & ball detent, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
9. Height of inching pedal
Untuk mengetahui ketinggian inching pedal pada saat pedal tidak diinjak, sebagai indikasi ketepatan adjustment linkage & rod mekanisme pedal inching, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
10. Play of inching pedal
Untuk mengetahui gerak bebas inching pedal pada saat tidak diinjak, sebagai indikasi respon pergerakan inching valve yang dipengaruhi oleh keausan yang terjadi pada mechanism rod & lingkage, dan jika memungkinkan masih dapat dilakukan adjustment agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
11. Travel of inching pedal
Untuk mengetahui panjang langkah efektik pergerakan inching pedal pada saat pedal diinjak, sebagai indikasi ketepatan adjustment linkage & rod mekanisme pedal inching, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
12. Operating force of inching pedal
Untuk mengetahui gaya yang diperlukan untuk menginjak inching pedal, sebagai indikasi lubricating, kondisi tension return spring serta ketepatan adjustment linkage & rod mekanisme pedal inching, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
13. Priority flow devider valve
Untuk mengetahui operating pressure selama steering wheel digerakkan dan maksimal pressure pada steering circuit saat cylinder steering mencapai end stroke, sebagai indikasi kemampuan hydraulic system menyerap tenaga engine dan merubahnya menjadi tenaga hydraulis saat mendapat beban normal dan maksimal.
14. Steering wheel turning angle (Lock to lock)
Untuk mengetahui total sudut belok front wheel saat steering cylinder diposisikan sampai end stroke pada kedua arah, sebagai indikasi kemampuan maksimal unit melakukan belokan untuk mendapatkan minimal turning radius.




15. Steering wheel play
Untuk mengetahui gerak bebas steering wheel saat engine mati, sebagai indikasi keausan pada steering shaft spline, U-joint dan gear set steering valve, sehingga responsive steering valve terhadap pergerakan steering wheel dapat dipertahankan.
16. Leaning lever travel
Untuk mengetahui panjang langkah leaning lever saat digerakkan dari posisi Hold – RH leaning dan Hold – LH leaning, sebagai indikasi ketepatan adjustment mekanisme linkage & rod lever leaning, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
17. Articulation lever travel
Untuk mengetahui panjang langkah articulation lever saat digerakkan dari posisi Hold – RH articulated dan Hold – LH articulated, sebagai indikasi ketepatan adjustment mekanisme linkage & rod lever articulation, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
18. Steering wheel operating force (turning direction)
Untuk mengetahui gaya yang diperlukan untuk memutar steering wheel, sebagai indikasi kemampuan steering valve berfungsi sebagai motor, jika tidak memungkinkan melakukan pengukuran saat engine mati, lakukan dengan engine low idle dan jalankan unit secara perlahan.
19. Leaning lever operating force
Untuk mengetahui gaya yang diperlukan untuk menarik atau menekan leaning lever saat digerakkan dari posisi Hold – RH leaning dan Hold – LH leaning, sebagai indikasi lubricating linkage & rod serta inner part Leaning control valve kondisinya normal dan ketepatan adjustment mekanisme linkage & rod lever leaning, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
20. Articulation lever operating force
Untuk mengetahui yang diperlukan untuk menarik atau menekan articulation lever saat digerakkan dari posisi Hold – RH articulated dan Hold – LH articulated, sebagai indikasi lubricating linkage & rod serta inner part Articulation control valve kondisinya normal dan ketepatan adjustment mekanisme linkage & rod lever articulation, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
21. Tire runout
Untuk mengetahui besarnya penyimpangan putaran roda depan dan belakang sebagai indikasi kondisi axle bearing dan ketepatan adjustment clearance kedua cone bearingnya.
22. Tire inflation pressure
Untuk mengetahui pressure angin didalam ban saat terpasang pada unit dan dapat digunakan sebagai indikasi kemampuan roda untuk meredam kejutan yang timbul dari permukaan jalan yang tidak rata.
23. Camber of wheel
Untuk mengetahui sudut kemiringan roda terhadap sumbu vertical dan diukur dari arah depan atau belakang, sebagai indikasi kemampuan roda depan mendapatkan bidang tumpuan yang flexible terhadap permukaan tanah, sehingga roda depan mudah dikendalikan (saat belok) serta kelurusan arah travel dapat dipertahankan.
24. Toe in of wheel
Untuk mengetahui perbedaan jarak antara garis tengah roda depan kanan dan kiri, diukur pada bagian depan dengan bagian belakang (saat dilihat dari atas), dimana bagian depan harus lebih sempit dibandingkan bagian depan, sebagai indikasi kemudahaan roda depan dikendalikan saat dibelokkan dan mencegah terjadinya keausan abnormal roda dengan menghilangkan kemungkinan terseretnya ke salah satu sisi saat roda depan dibelokkan.




25. Leaning angle of wheel
Untuk mengetahui sudut kemiringan roda saat dipossisikan full leaning ke dua sisi, kanan dan kiri, dapat digunakan sebagai indikasi kemampuan mendapatkan ground pressure yang seimbang dengan beban blade saat operasi grading miring, sehingga arah jalan unit dapat tetap dipertahankan kelurusannya, karena kedua roda depan tidak cenderung terseret ke satu sisi.
26. Brake performance
Untuk mengetahui kemampuan brake system saat dioperasikan secara mendadak pada kecepatan travel tertentu (32 km/h) dengan mengukur jarak efek pengereman dari brake pedal diinjak penuh sampai titik dimana unit berhenti, dapat digunakan sebagai indikasi respon brake system secara menyeluruh (air pressure, wear disc clutch) dan kondisi roda.
27. Parking brake performance
Untuk mengetahui kemampuan parking brake saat diaktifkan untuk mencegah pergerakan unit yang tidak diinginkan saat unit sedang parker, sebagai indikasi ketepatan adjustment brake disc-pad clearance.
28. Brake pedal operating force
Untuk mengetahui gaya yang diperlukan untuk menggerakkan brake pedal, saat digerakkan dari posisi Release – Brake, sebagai indikasi mechanism inner part brake valve kondisinya normal, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
29. Main relief valve set pressure LH control valve
Untuk mengetahui maksimum pressure saat salah satu attachment yang berada pada Lh control valve diposisikan end stroke, sebagai indikasi kemampuan hydraulic system menyerap tenaga engine dan merubahnya menjadi tenaga hydraulis saat mendapat beban maksimal.
30. Main relief valve set pressure RH control valve
Untuk mengetahui maksimum pressure saat salah satu attachment yang berada pada Rh control valve diposisikan end stroke, sebagai indikasi kemampuan hydraulic system menyerap tenaga engine dan merubahnya menjadi tenaga hydraulis saat mendapat beban maksimal.
31. Control lever travel for Blade lifting Lh & Rh right, Blade side shifting, Drawbar side shifting
Circle rotation, Power tilt, Ripper
Untuk mengetahui panjang langkah masing masing control lever pada saat digerakkan dari posisi Hold - Operating, sebagai indikasi ketepatan adjustment mekanisme linkage & rod lever leaning, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
32. Control lever operating force for Blade lifting Lh & Rh right, Blade side shifting, Drawbar side shifting Circle rotation, Power tilt, Ripper
Untuk mengetahui gaya yang diperlukan untuk menarik atau menekan masing masing control lever pada saat digerakkan dari posisi Hold - Operating, sebagai indikasi lubricating linkage & rod serta inner part control valve kondisinya normal dan ketepatan adjustment mekanisme linkage & rod control lever, agar didapatkan kemudahan dan kenyamanan pengoperasian.
33. Blade lifting speed
Untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk menggerakkan blade lift cylinder ke posisi Raise, sebagai indikasi banyaknya flow discharge pump yang dialirkan menuju sisi head ripper cylinder dan dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan hydraulic pump, control valve & pressure compensating valve.
34. Speed of drawbar side cylinder
Untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk menggerakkan drawbar side blade cylinder dari posisi Tilt Rh – Tilt Lh dan sebaliknya, sebagai indikasi banyaknya flow discharge pump yang dialirkan menuju drawbar side blade cylinder dan dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan hydraulic pump, control valve & pressure compensating valve.




35. Speed of sideshift in relation to circle
Untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk menggerakkan side shift blade cylinder dari posisi end stroke Lh – end stroke Rh dan sebaliknya, sebagai indikasi banyaknya flow discharge pump yang dialirkan menuju side shift blade cylinder dan dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan hydraulic pump, control valve & pressure compensating valve.
36. Ripper lifting speed
Untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk menggerakkan ripper cylinder ke posisi Raise, sebagai indikasi banyaknya flow discharge pump yang dialirkan menuju sisi head ripper cylinder dan dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan hydraulic pump, control valve & pressure compensating valve.
37. Turning speed by circle rotation
Untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk memutar blade arah kanan dan kiri, sebagai indikasi banyaknya flow discharge pump yang dialirkan menuju circle rotation motor dan dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan hydraulic pump, control valve & pressure compensating valve.
38. Hydraulic drift Extention of blade cylinder
Untuk mengetahui kecepatan penurunan blade saat posisi menggantung pada saat engine mati, sebagai indikasi tingkat kebocoran (internal leakage) pada seal piston lift cylinder blade
39. Hydraulic drift Retraction of blade cylinder
.Untuk mengetahui kecepatan penurunan chasis unit saat chasis diangkat bagian depannya dengan lift cylinder posisi lower pada saat engine mati, sebagai indikasi tingkat kebocoran (internal leakage) pada spool dan housing control valve (blade lift spool).
40. Hydraulic drift Extention of ripper cylinder
Untuk mengetahui kecepatan penurunan chasis unit saat chasis diangkat bagian belakangnyanya dengan ripper lift cylinder posisi lower pada saat engine mati, sebagai indikasi tingkat kebocoran (internal leakage) pada spool dan housing control valve (ripper lift spool).
41. Hydraulic drift Retraction of ripper cylinder
Untuk mengetahui kecepatan penurunan ripper saat posisi menggantung pada saat engine mati, sebagai indikasi tingkat kebocoran (internal leakage) pada seal piston lift cylinder ripper.

General (Dump Truck * Motor Grader)
1. Alternator output voltage
Untuk mengetahui besar voltage alternator saat engine hidup, sehingga dapat memastikan terjadinya proses recharging battery selama unit operasi.
Prosedur.
- Hidupkan engine dan posisikan high idle
- Gunakan AVO meter secara paralel, ukur terminal B alternator : 27-5 – 29.5 V.
2. Battery relay
Untuk memastikan battery relay dapat menghubungkan salah satu terminal battery dengan electrical system unit, sehingga battery dapat menjadi power source.
3. Starting Switch
Untuk memastikan starting switch berfungsi untuk memposisikan system unit sesuai putaran starting switch.
- Ukur connectivitas antar terminal sesui posisi / putaran starting switch.
4. Starting motor
Untuk memastikan starting motor dapat bekerja dengan baik saat digunakan untuk memutar (cranking) engine.
5. Solenoid valve
Untuk memastikan solenoid valve dapat bekerja saat Arus perintah mengalir, untuk mengalirkan atau menutup aliran pressure oli. (tergantung type : NC atau NO)
- Ukur nilai resistance solenoid saat dingin dan dalam range temperature operasi.
- Pastikan plunger atau push pin tidak jammed. dsb
6. Sensor
Untuk mengetahui nilai resistance atau kontak kedua terminal (sensor switch).
- Ukur perubahan nilai resistance berdasarkan perubahan pressure atau temperature.
- Ukur connectivitas kedua terminal berdasarkan pressure atau gerakan mechanism. dsb
7. Connector
Untuk mengetahui connectivitas antara male dan female, sehingga dapat memastikan arus listrik dapat mengalir dan system unit dapat berfungsi normal.
- Lakukan pengecheckan visual check < kondisi connector, wiring, seal dsb
- Gunakan multimeter untuk untuk mengukur connectivitas masing masing wiring saat female and female dipasang.

II. MACHINE TROUBLE ANALYSIS
Engine (General)
1. Engine doesn’t start
- Terdapat udara yang terjebak didalam fuel system
- Keabnormalan pada supply pump, shut-off valve
- Cranking rpm tidak tercapai
- Fuel tercampur air, dsb
2. Engine Low Power
- Terjadi kebuntuan pada Air cleaner atau fuel filter
- Injection timing tidak tepat
- Keabnormalan pada supply pump, shut-off valve
- Lingkage thottle atau Current throttle drive kurang maksimal
- Kwalitas fuel jelek : bercampur air, minyak tanah (kerosin) atau kotoran lainnya. dsb
3. Engine doesn't Stop
- Shut-off solenoid valve putus
- O-ring injector sisi fuel return bocor, sehingga masuk ke port metering.
4. Engine Black Smoke
Pada dasarnya disebabkan perbandingan udara masuk lebih sedikit dari fuel yang diinjeksikan, sehingga ada sebagian fuel yang tidak terbakar.
- Air cleaner buntu
- Turbocharger abnormal
- Over fuelling karena keabnormalan pada control fuel system
- Unit beroperasi pada daerah ketinggian, sehingga kerapatan udara luar relatif lebih kecil.
5. Engine White Smoke
- Ujung Injector pecah, sehingga tidak terjadi injection spray.
- Injection Timing tidak tepat.
6. Engine Can't High Idle
- Fuel control dial (potentiometer) abnormal
- Keabnormalan pada ECM
- Misadjustment engine speed sensor. dsb
7. Engine Knocking
- Timing injection terlalu cepat atau lambat
- Terjadi keausan berlebihan pada main bearing
- Adjustment valve clearance tidak tepat. dsb
8. Oil Consumption is excessive
- Keausan pada liner atau ring piston terlalu besar (oil up)
- Keausan pada valve guide terlalu besar (oil down)
- Kerusakan turbocharger, keausan pada bushing atau seal, sehingga oli bocor ke sisi blower atau impeller. dsb.
9. Oil is mixed in coolant
- Terjadi keretakan pada cylinder head atau engine block pada sisi jalur air.
- O-ring liner bocor
- O-ring gasket cylinder head bocor.
- Oil cooler bocor, dsb
10. Oil level rises
Oil level engine dapat naik disebabkan adanya fuel atau air radiator yang bocor dan masuk ke dalam crank case, hal ini dapat disebabkan oleh :
- Keausan Plunger FIP terlalu besar, sehingga fuel bocor ke dalam case FIP
- Nozzle atau injector pecah, sehingga fuel langsung bocor ke ruang bakar dan turun melalui ring piston masuk ke crank case.
- O-ring return port nozzle atau plunger bocor, dsb
- Jika level bertambah tinggi karena bercampur dengan air maka, penyebabnya sama dengan oil engine bercampur air diatas. No 9.
11. Coolant Temperature rises to high
- Core & Fin radiator buntu
- Air radiator kurang
- Thermostat jammed
- Vaccum valve (cap radiator) tidak berfungsi. dsb
- Impeller water pump slip, atau internal leakage terlalu besar, dsb.

Dump Truck
12. Unit tidak bisa bergerak
Pada dasarnya disebabkan putaran engine tidak dapat diteruskan menuju power train, yang dapat disebabkan kerusakan pada Mechanical, Electrical atau Hydraulic system.
- Torque converter slip (contoh hydraulic)
- Propeller shaft output T/C patah (contoh mekanikal)
- Solenoid valve transmission putus (contoh electrical)
13. Unit kehilangan tenaga pada saat travelling
Pada dasarnya dapat disebabkan adanya penurunan performance unit secara total, yang dapat disebabkan kerusakan pada Engine System, Brake System, Electrical system atau Power Train system. Antara lain :
- Engine low power : keabnormalan pada Fuel, Air system atau electrical control engine
- Power train system : keabnormalan pada T/C, T/M slip
- Brake system : Brake clutch jammed
14. Gear shifting berlangsung lambat, Modulating Time lama pada saat perpindahan kecepatan
Pada dasarnya disebabkan flow oli yang menuju clutch T/M, mengalami kekurangan jumlah atau kecepatan alir. Yang antara lain disebabkan oleh :
- Internal leakage transmission pump terlalu besar
- Keabnormalan pada modulating dan quick return valve
- Kebocoran pada seal piston clutch T/M. dsb
15. Tidak bisa pindah speed, Transmisi tidak bisa shift up
Pada dasarnya disebabkan keabnormalan pada system electrical control Transmission.
- Keabnormalan pada Directional lever
- Solenoid valve T/M abnormal
- Disconnect pada wiring harness T/M. dsb
16. Gear shifting mengejut, hentakan besar pada saat unit mulai berjalan atau saat shifting
Pada dasarnya disebabkan kecepatan alir flow oli menuju clutch terlalu cepat
- Quick return jammed tertutup, sehingga initial pressure terlalu tinggi
- Modulating valve jammed terbuka, sehingga high pressure langsung menuju clutch. dsb
17. Torque converter over heat
- Unit selalu dioperasikan overload
- Internal leakage Torque converter terlalu besar
- Outlet pressure T/C terlalu tinggi. dsb
18. Lock-up clutch tidak dapat engaged
- Lock-up solenoid valve putus / jammed
- Lock-up valve jammed tertutup, spring load patah
- Lock-up seal piston bocor. dsb
19. Tekanan oli T/C rendah
- Internal leakage T/C besar
- Setting relief T/C terlalu rendah
- Oil level T/M terlalu rendah
20. Steering wheel tidak bisa berputar atau berat
- Bearing steering shaft jammed
- Steering valve jammed misal terganjal material asing
- Gear set steering valve aus berlebihan sehingga tidak bisa berfungsi sebagai motor.
21. Steering wheel tidak bisa berputar dengan stabil (hentakan besar), Steering wheel bergetar
- Keausan berlebihan pada center hinge (pin & bushing)
- Keausan berlebihan pada pin & bushing steering cylinder
- keausan tidak merata (abnormal) pada inner component steering valve. dsb
22. Unit cederung berbelok kesatu arah pada saat travelling
- Internal leakage pada salah satu port outlet steering valve
- Steering spool jammed pada salah satu posisi steering. dsb
23. Steering wheel kadang - kadang susah diputar
- Keausan tidak merata (abnormal) pada inner component steering valve.
- Bearing steering shaft jammed. dsb
24. Hoist cylinder low power pada saat mengangkat dump body
- Internal leakage hydraulic pump terlalu besar.
- Setting hoist relief valve terlalu rendah
- Internal leakage pada hoist control valve atau hoist cylinder terlalu besar. dsb
25. Hoist cylinder tidak berfungsi
- Hoist relief valve jammed terbuka, sehingga flow discharge langsung kembali ke tank
- Internal leakage pada hoist control valve atau hoist cylinder terlalu besar.
- Push-pull cable hoist leakage jammed atau putus. dsb
26. Hydraulic drift dump body besar
- Internal leakage pada hoist control valve terlalu besar
- Internal leakage hoist cylinder terlalu besar.
27. Front brake hanya bekerja satu sisi
- Salah satu front relay valve abnormal
- Salah satu front chamber brake valve abnormal
- Salah satu seal piston rear brake clutch bocor. dsb
28. Rear brake hanya bekerja satu sisi
- Salah satu rear relay valve abnormal
- Salah satu rear chamber brake valve abnormal
- Salah satu seal piston front disc brake bocor. dsb
29. Tekanan udara tidak bisa naik
- Liner & Piston air compressor aus berlebihan
- Misadjutment cut-out pressure Air governor (terlalu rendah)
- Unloader valve jammed terbuka, sehingga inlet valve compressor selalu terbuka. dsb


30. Brake tidak berfungsi dengan baik
- Internal leakage berlebihan pada brake valve
- Internal leakage berlebihan pada seal piston brake clutch
- Keausan berlebihan pada brake clutch. dsb
31. Service brake tidak bisa release atau jammed
- Spool brake valve jammed terbuka
- Brake clutch disc-plate lengket menjadi satu karena overheat. dsb
32. Parking brake tidak bisa relase atau jammed
- Over adjustment parking brake pads.
- Seal parking spring chamber bocor. dsb
33. Over Stroke Indicator menyala
- Bleeding kurang komplet, sehingga masih terdapat angina dalam brake system
- Kebocoran pada seal piston brake clutch
- Automatic adjuster slack adjuster berfungsi karena terjadi keausan pada brake clutch. dsb
33. Engine tidak bisa start
- Kerusakan pada Starting motor
- Voltage battery drop
- Engine jammed. dsb
34. Engine mati tiba - tiba pada saat traveling
- Keabnormalan pada electrical engine control system
- Strainer fuel tank buntu, sehingga fuel tidak dapat mengalir ke system
- Solenoid valve shut-off valve putus. dsb

Motor Grader
12. Gear shifting terlalu lama
Pada dasarnya disebabkan flow oli yang menuju clutch T/M, mengalami kekurangan jumlah atau kecepatan alir. Yang antara lain disebabkan oleh :
- Internal leakage transmission pump terlalu besar
- Keabnormalan pada modulating dan quick return valve
- Kebocoran pada seal piston clutch T/M. dsb
13. Unit hanya bisa berjalan satu arah saja (maju atau mundur)
- Proximity switch untuk directional electrical control system abnormal
- Directional clutch (forward, reverse) aus berlebihan
- Seal piston forward atau reverse clutch bocor berlebihan. dsb
14. Unit hanya bisa berjalan pada tingkat kecepatan 1st - 4th saja
Pada dasarnya disebabkan clutch Hi tidak dapat engaged, yang dapat dikarenakan :
- Solenoid valve Hi clutch, putus atau jammed tertutup
- Hi clutch (disc-plate) aus berlebihan
- Seal piston Hi clutch bocor berlebihan. dsb
15. Unit hanya bisa berjalan pada tingkat kecepatan 5th - 8th saja
Pada dasarnya disebabkan clutch Lo tidak dapat engaged, yang dapat dikarenakan :
- Solenoid valve Lo clutch, putus atau jammed tertutup
- Lo clutch (disc-plate) aus berlebihan
- Seal piston Lo clutch bocor berlebihan. dsb
16. Unit tidak bisa bergerak di semua tingkat kecepatan
- Internal leakage transmission terlalu besar, sehingga tidak mampu menghasilkan flow discharge yang digunakan untuk mengengagedkan clutch.
- Main relief valve abnormal, spring patah, atau spool jammed terbuka
- Inching valve jammed tertuka, sehingga flow discharge kembali langsung ke tank. dsb


17. Unit tidak bisa bergerak di salah satu tingkat kecepatan
- Misadjustment rotary switch atau potentiometer speed lever control.
18. Inching tidak berfungsi
- Misadjusment mekanisme linkage & rod inching system
- Misadjustment potentiometer inching validation
- Inchaing modualtion valve jammed tertutup. dsb
19. Diff lock tidak berfungsi
- Internal leakage diff-lock pump terlalu besar
- Relief valve diff-lock system terlalu rendah, atau springnya putus
- Seal piston clutch diff-lock bocor atau keausan clutch diff-lock terlalu berlebihan. dsb
20. Tire run out besar
- Keausan axle (wheel) bearing terlalu besar.
- Misadjustment axle bearing, preload terlalu kecil.
21. Toe-in dari wheel besar
- Misadjustment tie-rod
- Ball joint tie-rod aus berlebihan
22. Suara tidak normal dari pompa
- Terdapat angin yang terjebak dalam pump, karena bleeding yang kurang sempurna.
- Keausan abnormal pada inner component pump
23. Oli hidrolik overheat (saat work equipment tidak dioperasikan)
- Sudut main masih besar, karena keabnormalan pada system control pump, sehingga flow discharge pump masih besar, sedangkan system yang digunakan adalah CLSS, akibatnya terjadi back pressure yang besar.
24. Work equipment tidak berfungsi saat control lever dioperasikan
- Pressure compensating valve jammed tertutup
- Misadjustment linkage & rod, sehingga spool C/V tetap diam meskipun lever digerakkan.
- Keausan berlebihan pada linkage & rod, sehingga spool C/V tetap netral saat lever digerakkan
25. Work equipment lambat, low power
- Internal leakage pump terlalu besar
- Main relief valve jammed terbuka
- Priority flow devider valve jammed pada posisi memprioritaskan oli menuju circuit steering. dsb
26. Hydraulic drift work equipment besar
- Internal leakage pada spool control valve terlalu besar
- Internal leakage work equipment cylinder terlalu besar.
27. Steering wheel tidak bisa diputar (saat work equipment netral)
- Steering valve jammed pada inner partnya
- Priority flow devider valve jammed pada posisi mengarahkan oli menuju circuit work equipment.
28. Turning speed lambat, low power
- Adjustment steering relief valve terlalu rendah
- Priority flow devider valve jammed pada posisi mengarahkan oli menuju circuit work equipment
29. Feeling saat steering wheel dioperasikan terasa aneh
(kadang berat atau ringan, ada kickback, terasa berat sekali)
- Keausan abnormal pada inner part steering valve
- Cylinder steering bengkok, sehingga pergerakannya tersendat, dan pressure yang terjadi cenderung tidak stabil.
- Ball joint Tie-rod aus berlebihan, sehingga steering pressure terjadi mengejut.

30. Brake performance tidak standart
- Air pressure drop, brake valve abnormal sehingga output pressurenya terlalu rendah
- Brake clutch aus berlebihan
- Seal piston brake clutch bocor
31. Parking brake tidak berfungsi
- Misadjustment parking brake pads clearance
- Terdapat grease atau oli pada kontak brake pads & disc sehingga mengurangi braking force
- Solenoid valve parking brake jammed terbuka, sehingga selalu mengalirkan pressure angin menuju parking brake chamber, sehingga release.
32. Parking brake tidak bisa release
- Solenoid valve parking brake rusak, tidak bisa membuka untuk mengalirkan menuju parking chamber brake.
- Seal piston parking chamber brake bocor
- Adjustment parking brake pads terlalu rapat, sehingga jammed.
32. Brake overheat
- Brake terlalu sering dioperasikan saat unit kecepatan tinggi.
- Oli tandem low level, sehingga efek pendinginan brake clutch kurang

Peserta :
1. Eko AP ()
2. Supriyono
3. Hendra
4. Alex
5. Hendro


(Note : Gunakan hanya sebagai wacana pembelajaran * tetap gunakan referensi yang lain,: Shop manual, OMM, dsb. Keepsmile langdaddy )

BASIC MAINTENANCE

Resume discussion Preventive Maintenance

I. BASIC MAINTENANCE

1. Fungsi Oli secara umum
- Pendingin (cooling), membuang panas dari piston, liner, dll.
- Pelumas (lubrication), mengurangi gesekan (anti wear).
- Pencegah korosi (anti corrosion), melindungi pengaruh senyawa sulfur dan oksidasi.
- Penyekat gas (gas sealing), mencegah kebocoran gas antara liner dan piston.
- Pembersih (cleaning), membersihkan carbon dan lumpur.
- Pemindah tenaga
- Sebagai bantalan (oil film)
2. Jenis Oli
- Hydraulic Oil
- Engine Oil
- Gear Oil
- Automatic Transmission Fluid Oil
- Brake Oil
3. Klasifikasi Oli
- Engine Oil : CA, CB, CC, CD, CE, CF / 0API SAE 10 ~ 50
- Hydraulic Oil : ISO VG ~ 32 s/d ISO VG ~ 1500.
- Gear Oil : AGMA, GL-1 s/d GL-8A (SAE 60 ~ 250).
4. Standar kekentalan Hydraulic Oil
ISO - VG (International Society of Organization - Viscosity Grade)
5. Standar kekentalan Engine Oil
SAE (Society of Automatic Engineering)
Viskositas dan kualitas oli engine diklasifikasikan dengan standard SAE (The Society of Automotive Engineers).













NOTE: 1 cP = 100 cSt, 1 cSt = 1mm2/s

Viscosity Classification
Klasifikasi seperti terlihat dalam table diatas. Huruf “W” artinya “Winter” yang memastikan oil pada temperature rendah, mudah mengalir. Sebagai contoh, dalam Multigrade SAE 15W-40, oil ini mempunyai mempunyai kemampuan pelumasan yang baik sampai 15oC, dan memiliki viskositas sama seperti oli SAE 40 pada temperatu 100oC.


Categoration by quality
Oli diklasifikasikan kedalam C Series (klas CA sampai CE) untuk engine diesel, dan S series (klas SA sampai SG) untuk engine gasolin. Oli engine klas CD telah melewati test charger (pembebanan) pada engine diesel turbocharger silinder tunggal. Uji engine ini ialah untuk mengevaluasi kemampuan pencegahan terhadap melekatnya (stuck) ring piston.
Oli klas CE dan CE belakangan ini mulai banyak terlihat dipasaran dan sudah digunakan. Oli CE class telah diuji pada engine Cummins dan truck Mack disamping klas CD.
Oil Performance classification









6. Multi Grade Oil
Oli multigrade dibuat dari low-viscosity base oil dan viscosity index dinaikan, dan mudah mengalir pada temperatur rendah dan viskositasnya lebih tinggi pada temperatur tinggi. Sebagai contoh SAE 10W/30 dan SAE 15W/40. Jika oli multigrade digunakan pada engine, mempunyai kelebihan sebagai berikut:
1. Dibandingkan dengan oli viskositas rendah seperti oli SAE10W, oil film pada multigrade oil lebih kental dan tidak ada penurunan ketahanan engine meskipun pada temperatur tinggi. Sehingga hasilnya oli memberikan suatu rentang temperatur penggunaan yang luas dan dapat digunakan sepanjang tahun.
2. Viskositas stabil meskipun ada perubahan temperatur. Kemampuan start dari oli multigrade lebih baik dari pada oli single grade yang berviskositas tinggi seperti oli SAE30 atau SAE40, dan juga memberikan penghematan konsumsi fuel.
3. Konsumsi oli lebih rendah dibandingkan dengan oli single grade yang berviskositas tinggi seperti SAE30 atau SAE40.
Sehingga kesimpulannnya multigrade oil adalah oli yang mempunyai sifat kekentalan dapat menyesuaikan dengan perubahan temperature.
Contoh. SAE 10W - 30.
Artinya : Untuk ambient temperatur 20oC, oli tersebut mempunyai kekentalan SAE 10W, tapi pada temp. 100oC, oli tersebut akan mempunyai kekentalan SAE 30.











7. Pengertian Kontaminasi
Peristiwa rusaknya oli karena pengaruh dari luar system.
8. Pengertian Deteriorasi
Peristiwa rusaknya oli karena pengaruh dari dalam system
9. Penyebab Kontaminasi pada oil
- Debu dan kotoran
- Penambahan dengan oli yang berbeda
- Air
- Zat kimia
10. Penyebab Deteriorasi pada oil
- Karena proses pembakaran (oxidation)
- Beroperasi pada tempat tinggi
- Reaksi kimia cepat.
- Kenaikan viskositas
- Banyak sludge (endapan) yang terjadi, dsb














11. Aplikasi Oli
Contoh : Engine Oil
Ambient Temp. -10oC s/d 10oC Gunakan SAE 10 W
Ambient Temp 0 s/d 30oC Gunakan SAE 30
Apabila memakai Multi Grade Oil, dari kedua contoh ambient temperatur tersebut, maka harus memakai Oli SAE 10W-30. Untuk lebih detail : baca OMM (Operation and Maintenance Manual).
12. Pengertian Oksidasi
Proses kimia yang terjadi pada oli yang berhubungan langsung dengan udara luar pada temperature + 50oC.
- Oli (CH) + O2  CO2 + H20
13. Pengertian Demulsibility
Kernampuan oli untuk memisahkan diri terhadap air
14. Arti Viscosity Index (VI)
Suatu angka yang menunjukkan ketahanan kestabilan oli terhadap perubahan temperature. Angka Viscositas Index ini bervariasi sebagai berikut:
Viscositas Index
V I = 1 ~ 29 Rendah
V I = 30 ~ 79 Sedang
V I = 80 ~ 100 Tinggi
V I = 100 ~ up Sangat baik.
Disarankan : Untuk Standard Industri angka VI berkisar antara 90 ~ 100
15. Mengapa Oli harus diganti
Oli setelah dipakai akan mengalami kerusakan (perubahan kekentalan) akibat adanya:
- Oxidasi (tidak dapat dihindari)
- TimbuInya Kontaminasi & Deteriorasi serta angka TBN pada oli menjadi turun.
16. Penanganan Oli
Cara Penyimpanan Oli harus terlindung / tertutup terhadap sinar matahari dan hujan.
Cara Pengisian :
- jangan membiarkan pipa isap pump (oil pump) menyentuh dasar drum pada saat mengisi dan pipa outlet harus betul betul bersih.
- Pipa & pompa oli harus selalu bersih (kalau bisa jangan di campur dengan pompa solar).
17. Pengertian Additive
Zat campuran yang ditambahkan pada Base Oil untuk mempertinggi ketahanan & kemampuan oli.
Engine Oil : Detergents, Dispersants, ZnDTP, Viscosity Index Improver
Gear Oil : Extreme Pressure additive (EP agent)
Hydraulic Oil : Oxidation inhibitors, Rust inhibitors, dan EP inhibitors
18. Fungsi Additive
- Detergent : Calcium sulphonanate, Magnesium Sulphonate, Calcium phenate, Magnesium phenate,
Sejenis sabun, additive ini membersihkan dan melarutkan jelaga (soot), pernis (lacquer), dan partikel-partikel keausan pada temperatur tinggi. Sehingga additive mencegah ring piston melekat.
- Acid neutralization : Calcium sulphonanate, Magnesium Sulphonate, Calcium phenate, Magnesium phenate,
Asam sulfat dan asam organik yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar atau oksidasi oli, menyebabkan metal korosi. Sifat alkali dari additive ini dapat me-netralkan asam dan mencegah korosi
- Oxidization inhibitor
Oksidasi oli menghasilkan lumpur (sludge) dankemudian menyebabkan kenaikan viscocity. Additive ini menguraikan oksida-oksida dan mencegah oksidasi oli.. Selanjutnya, menahan timbulnya resin, varnish, dan lumpur.
- Antiwear
Sulphur, phosphorus, dan zink, yang terkandung dalam ZnDTP , mencegah kerusakan dan keausan logam metal.
- Dispersant
Additive ini memiliki kesamaan struktur kimia dengan deterjen dirumah tangga. Ini dapat melarutkan lumpur didalam oli pada temperatur rendah.
- Viscocity Index Improver : OCP ( Olefin Copolymer )
OCP menaikan viscosity pada temperatur tinggi. OCP juga mencegah kerusakan metal engine dan mengurangi konsumsi oli.
- Silicon oil: Antifoam agent
Adanya busa pada oli mengakibatkan cavitation dan kerusakan pada oil film. Sejumlah kecil silicon dapat memecah gelembung dan busa.
- Extreme pressure additive (EP agent)
Gabungan fosfor dan sulfur biasanya digunakan pada gear oil sebagai extreme pressure additive. ZnDTP yang digunakan pada oli engine juga merupakan additive extreme pressure. Dibawah kondisi beban gesek berat, EP agents mengurai pada permukaan metal dan membentuk besi sulfida dan besi posfat. Kedua produk senyawa tadi mengurangi gesekan dan mencegah kerusakan.
19. Arti & Tujuan Total Base Number (TBN)
Nilai TBN menunjukan sifat alkali (banyaknya unsur kandungan Basa) dari additive didalam oli. Angka TBN menyatakan jumlah basa yang diperlukan untuk menetralisir acid yang dimasukan dalam 1 gram oli, dan meng-konversikannya ke mg potassium hydroxide (KOH). Nilai ini dinyatakan dalam satuan mg.KOH/g. Nilai untuk oli baru pada umumnya adalah 6.0-13.0 mg.KOH/g.

Bila angka TBN menjadi dibawah 2.0 kinerja penetral asam dari oli hilang dan dengan cepat meningkatkan korosif dan terjadi keausan. Metode pengukuran Total Base Number ada dua metode: Metode hydrochloric acid (ASTM D664) dan metode perchloric acid (ASTM D2896). Karena metode perchloric acid memperhitungkan basa yang lemah, maka nilai TBN yang diperoleh lebih tinggi. Oleh karena itu, perlu ditetapkan metode perhitungan mana yang digunakan. Jika nilai TAN melewati batas, oli engine jangan digunakan meskipun sisa nilai TBN masih tinggi.
Sulfur yang terkandung didalam fuel pada proses pembakaran akan teroksidasi (bereaksi dengan oxygen O2) dan membentuk gas SO2 (sulfur dioxide), dan sebagian akan berubah menjadi SO3 (sulfur trioxide) jika temperatur pembakaran drop secara cepat ketika langkah expansion (power). Selanjutnya gas SO3 akan bereaksi dengan embun H2O yang dihasilkan pembakaran dan membentuk asam sulfat (H2SO4) yang sangak korosif.
S + O2  SO2 (gas) (1)
2SO2 + O2  2SO3 (gas) (2)
SO3 + H2O(embun)  H2SO4(cair) (3)
Asam sulfat yang dihasilkan bisa terbentuk didalam ruang pembakaran dan/atau diluar ruang bakar. Kalau proses (2) dan (3) berlangsung didalam crankcase, karena selama engine beroperasi selalu terjadi blow-by (kebocoran gas hasil pembakaran lewat piston ring), asam sulfat yang terbentuk akan mencemari oil. Akibatnya nilai TBN turun dan fungsi oli tidak sempurna.
20. Pengertian Synthetic Oil
Oli yang menggunakan base oil bukan dari Cruide oil, minyak nabati / hewani, tapi dibuat khusus secara kimiawi, sehingga mempunyai ketahanan & kemampuan yang lebih baik.
Contoh: TOP ONE, POWER UP, OMEGA, dll
21. Fungsi Grease secara umum
- Grease tidak mudah mengalir dari dalam bearing, sehingga dapat melumasi untuk waktu yang lebih lama, tanpa menambahkan grease (sebagai pelumas padat)
- Grease juga bekerja seperti seal dan dapat mencegah kotoran atau air masuk ke dalam bagian yang dilumasi.
- Mempunyai kemampuan melumasi yang baik pada berbagai tempat, misalnya low speed rotating parts, bagian yang menerima beban berat, high temperature, beban kejut dan bagian yang saling bergesekan.
- Melumasi bagian yang tidak dioperasikan untuk jangka waktu yang lama tanpa adanya oil film, sehingga mencegah terjadinya karat atau korosi. (sebagai pelindung karat)
22. Standar kekentalan Grease
National Lubricating Grease Institute
23. Klasifikasi Grease
NLGI Penetration Grade Mixture Penetration 25oC Main use
000
00
0
1
2
3

4
5
6 445 – 475
400 – 430
355 – 385
310 – 340
265 – 295
220 – 250

175 – 205
130 – 160
85 - 115 Centralized oil filling, concrete pump
Centralized oil filling (small type)
Centralized oil filling (large type)
Centralized oil filling(large type) chassis grease
General bearing, wheel bearing
General bearing at slightly high temp. wheel bearing
High temperature, heating surface
Block grease
(Almost never use)




24. Aplikasi Grease
Penggunaan grease harus sesuai dengan spesifikasinya masing masing. Grease yang akan dipakai untuk bagian dalam berbeda dengan grease untuk penggunaan pada bagian luar. Jadi tidak boleh menggunakan grease secara sembarangan. Untuk penggunaan lebih lanjut dan benar harus mengacu. pada standar grease yang dianjurkan. Lihat petunujuk dan saran dari factory-nya.








































25. Penanganan Grease
- Simpan ditempat yang terlindung dari panas matahari dan hujan.
- Gunakan grease sesuai spesifikasi yang direkomen.
- Grease drum harus tertutup rapat.

26. Syarat penggunaan Air Radiator
- Mengandung tingkat pencemaran / kotoran yang rendah.
- Air tawar tidak mengandung garam.
- Air dengan tingkat kekerasan yang rendah.
Dengan kata lain, air yang digunakan harus memenuhi standard kualitas:
City water (air ledeng)
Air suling
Air yang telah diolah dengan alat pelunak air (water treatment) atau alat pembersih (purifying).
Standard kwalitar City Water
• Nilai pH : 6.8 - 7.5
• Total hardness (CaO) : Max. 5 Ppm
• Mengandung ion sulfate (SO42-) : Max. 5 Ppm
• Mengandung ion chlorida (Cl-) : Max. 5 Ppm
Note:
1 Ppm, sama dengan 1 gram material yang terkandung dalam 1 m3 fluid. Kekerasan air (Hardness) misalkan 8, artinya 8 gram CaO (lime) terkandung dalam 1 m3 (1.000.000 ml) air. Ppm singkatan dari part per million)
27. Fungsi Anti Freeze
Antifreeze digunakan untuk mencegah kerusakan engine yang disebabkan karena membekunya air pendingin pada daerah yang bertemperatur dingin (winter). Air membeku pada 0oC, tetapi jika beberapa additive dilarutkan dalam air, titik beku (freezing point) akan menjadi lebih rendah. Air lautmengandung garam, sehingga air laut membeku sekitar –2.5oC. Jika pada air concentrate garam dinaikan titik beku air akan menjadi rendah lagi. Akan tetapi,kita tidak dapat melakukan penambahan garam pada sistim pendingin, karena garam bersifat sangat korosif, yang akan merusak komponen engine.
Oleh sebab itu, pada daerah dingin dimana temperatur udara luar dibawah 0oC harus ditambahkan ANTIFREEZE untuk mencegah pembekuan. Perlu diketahui, jika air membeku volumenya akan bertambah 1.1 kali; energy yang dihasilkan karena pembekuan air didalam saluran pendingin ini akan memecahkan cyllinder liner, water jacket, radiator bocor dll. yang berhubungan dengan air pendingin. Temperatur pembekuan berbeda tergantung jumlah (concentrate) antifreeze yang dicampurkan, juga tergantung jenis antifreeze & manufacturenya.
28. Pengertian Radiator Penetran
Suatu zat kimia yang dicampurkan kedalam air radiator untuk mencegah timbulnya karat pada sistim pendingin. Tapi syarat yang harus diingat adalah : untuk pencampuran ini harus diketahui dulu berapa pH air yang dipakai dan jenis dari penetran itu sendiri.
29. Mengapa Air Radiator harus diganti
Agar tidak terjadi kebuntuan pada cooling system, terutama core radiator yang disebabkan endapan (sludge) hasil reaksi kimia saat penetralan sifat keasaman pada air
30. Jenis Fuel yang digunakan pada Diesel Engine
Light Diesel Oil, ASTM D 975 NO. 2. (ASTM = Association Standard Testing Material)
Jenis fuel ini adalah bahan bakar dengan rentang titik didih dari 240 sampai 3500C, dan didistilasi setelah kerosene. Dari semua jenis-jenis bahan bakar, fuel ini mempunyai sifat-sifat yang paling cocok untuk ignition, combustion, dan viscosity yang diperlukan oleh engine diesel high-speed yang kecil, sehingga hampir semua engine diesel highspeed, termasuk engine-engine untuk mesin-mesin konstruksi menggunakannya.




















31. Pengaruh Sulfur pada Fuel thd. Jadwal Pergantian Oli
- Apabila kadar Sulphur berkisar antara 0,5-1%, maka jadwal pergantian oli adalah 1/2 dari jadwal regulernya.
- Apabila kadar Sulphur > 1 %, maka jadwal pergantian oli menjadi 1/4 jadwal regulerya.
Kandungan sulfur didalam fuel sangat mempengaruhi keausan engine dan emissi gas. Sulfur teroksidasi (bereaksi dengan oxygen) ketika terjadi proses pembakaran membentuk sulfur dioksida (SO2), dan sebagian lebih lanjut teroksidasi menjadi sulfur trioksida (SO3).
Reaksi (1)
S + O2  SO2
Reaksi (2)
2SO2+ O2  2SO3
Reaksi ini dipengaruhi beberapa factor seperti temperatur pembakaran, temperatur exhaust gas, luas penampang partikel, kelembaban relatif, dan air-fuel ratio. SO2 berubah ke SO3 didalam ruang bakar engine ketika temperatur gas turun tiba-tiba pada saat langkah ekspansi. Maka, jika pembakaran didalam ruang bakar tidak merata (uniform), reaksi ini mudah terjadi. SO3 yang dihasilkan kemudian bereaksi dengan uap air (H2O) hasil pembakaran dan membentuk asam sulfat (H2SO4).
Reaksi (3)
SO3 + H2O  H2SO4
Dan juga, sejumlah kecil SO3 didalam gas pembakaran mempengaruhi menaikan titik embun (dew point) dari uap air (uap air berkondensasi biarpun pada temperatur tinggi). Uap air yang berkondensasi tadi akan bereaksi dengan gas SO3 menjadi H2SO4, dan hasilnya terjadi keausan korosi pada piston dan liner. Keausan korosi juga terjadi karena adanya soot yang ditimbulkan karena pembakaran (atom carbon bebas) yang menyerap asam sulfat dan kemudian menempel pada piston groove atau dinding dalam cylinder liner.
32. Akibat Fuel campur Kerosene
- Kerosene mempunyai viscosity rendah, sehinggai tidak dapat melumasi bagian-bagian bergesekan secara sempurna. Ini berarti bahwa film oil hilang dan terjadi keausan yang abnormal atau kerusakan.
- Kerosene memiliki kadar Sulfur yang sangat tinggi, sehingga bisa mempercepat proses korosi.
- Injeksi fuel pada engine diesel, yang dikontrol adalah volume fuel. Kerosene mempunyai suatu pembangkit panas yang besar per satuan beratnya, tetapi berat persatuan volume (specific gravity/berat jenis) adalah rendah, sehingga sebagai akibatnya, jumlah energy panas persatuan volume menjadi turun. Sehingga dapat menurunkan output power engine.

33. Penanganan Fuel
- Penyimpanan harus terlindung dah panas matahari dan hujan.
- Main tank harus dilengkapi dengan water drain cock.
- Kalau di dalam drum, pemasangan pipa isap pompa (saat memompa fuel) haruslah ± 20 cm dari dasar drum (jangan sampai menyentuh dasar drum).
34. Fungsi Filter
Filter dipasang dalam system untuk menyaring kotoran, sehingga udara atau oli menjadi bersih dan system dapat berfungsi dengan baik. Dalam aplikasinya filter dapat dipasang pada sisi inlet (pump atau turbocharger), sisi outlet pump, atau setelah system untuk menyaring oli yang kembali (oil return). Ada juga yang digunakan untuk menyaring internal leakage dari motor.
35. Sebutkan Klasifikasi Filter
Klasifikasinya Menurut standar ISO
- Platted Paper Element
- Wire Mesh Filter
- Metal Edge Filter
Menurut Standar SAE:
- Strainer
- Screen
- Filter; fine filter & Coarse filter
36. Pengertian Filtering Area
Luas bidang penyaringan sebuah filter saat elementnya dibentangkan.
37. Arti Mesh dan Micron
Mesh : Jumlah lubang pori pori setiap perluasan 1 inchi persegi, semakin besar angka mesh berarti tingkat kerapatan pori pori semakin besar. Istilah Mesh biasanya digunakan pada Screen atau Strainer.
Mikron : Besarnya diameter pori pori element sebuah filter. 1 Mikron = 0.001 mm, dan biasanya digunakan pada Fine Filter.
38. Model Filter
Cartridge : Element dengan housing dibuat menjadi satu kesatuan (ass’y), sehingga lebih praktis dalam pemasangan dan memudahkan penggantian, tetapi hanya dapat digunakan untuk low pressure system, karena housingnya terbuat dari plat tipis.
Element : Element dibuat terpisah dengan housing, dan penggantian hanya dilakukan pada elementnya. Type element yang digunakan untuk system fluida (Transmission & hydraulic) lebih mampu digunakan pada pressure yang lebih tinggi, karena housingnya tebal.
39. Jenis-jenis Air cleaner
Wet Type : Karena konstruksi air cleanernya yang didalam housing, udara masuk akan naik terlebih dahulu kemudian turun, sehingga debu kasar atau kotoran yang relative lebih berat dari udara yang masuk, akan jatuh ke oil case. Disamping itu, partikel oil juga ikut terhisap dan membasahi element, sehingga debu dapat lengket dan menempel, dan udara yang menuju intake manifold lebih bersih.
Dry Type : Terdapat precleaner yang digunakan untuk membuang kotoran atau debu yang lebih besar, sedangkan didalam housing terdapat dry paper element untuk menyaring kandungan debu yang lebih halus saat udara melalui sekeliling bidang penyaringan dan masuk ke dalam element.
40. Penanganan Filter
- Tidak boleh disimpan pada daerah yang lembab
- Tidak boleh penyok dan jatuh
- Harus terbungkus rapi (jangan terbuka packingan-nya)


41. Mengapa Air Filter harus diganti
- Karena Air cleaner akan menjadi buntu, dan setelah dilakukan pembersihan (penyemprotan) maksimal 5 kali, element Air Cleaner kemungkinan telah membesar pori –porinya, sehingga debu dapat masuk ke dalam Intake System Engine dan dapat menyebabkan kerusakan pada liner dan ing piston.
42. Fungsi Water Separator
- Water separator dipasang pada sisi output Fuel tank, fuel yang masuk kedalam water separator akan dipaksa berputar dan menimbulkan gaya centrifugal karena konstruksi dan posisi inlet portnya tidak menuju titik pusat, sehingga air yang berat jenisnya lebih berat dari fuel akan terpisah dan terlempar ke dinding water separator kemudian jatuh mengendap dibagian bawah, sedangkan fuel akan mengalir melalui port outlet menuju Priming/Feed pump.
43. Fungsi Dust Indicator
- Dust indicator dipasang pada tempat yang mudah terlihat diantara Air cleaner dan Intake manifold, sehingga saat terjadi kebuntuan pada Air cleaner, dan negatif pressure atau kevakumannya melebihi yang level sudah ditentukan (specified level), piston berwarna merah akan dihisap turun, sebagai tanda untuk operator bahwa Air Cleaner telah buntu. Piston merah mempunyai notch (lock), sehingga meskipun engine dimatikan, piston tidak kembali dan operator masih dapat melakukan pengecheckan.
Terdapat dua buah type dust indicator dengan setting negative pressure : 635 mmH2O dan 760 mmH2O / 7.6 Kpa.
44. Fungsi Corrossion Resistor
Corrosion resistor dipasang pada sistim pendingin engine, dengan tujuan supaya “cooling effect” dari sistim pendingin menjadi lebih baik, sehingga dapat meningkatkan ketahanan dan memperpanjang umur engine, liner, dan pendinginan oli pelumas. Juga untuk mencegah terjadinya problem pitting yang disebabkan karena terjadinya cavitation.
Inhibitor dalam corrosion resistor
Suatu zat kimia padat berwarna putih yang dapat larut dalam air untuk membentuk lapisan film pada permukaan luar silinder liner, sehingga membuat scale (kerak) lebih sukar untuk melekat pada permukaan silider dan block. Zat kimia tsb dapat membuyarkan scale dan mencampurkan dalam air, dan membuangnya bersama air pendingin saat penggantian air. Jika zat kimia yang dilarutkan terlalu lama dan telah menjadi lebih rendah concentrate-nya atau encer karena sering penambahan air pada sistim pendingin, secara bertahap akan hilang efeknya.
Jenis Inhibitor dalam corrosion resistor
1. BUFFER AGENT, berfungsi meningkatkan sifat alkali/basa pada air, sehingga dapat mencegah korosi pada cast iron, tidak berfungsi untuk aluminium.
2. IRON CORROSION INHIBITOR, membuat lapisan film pada permukaan (liner) cast iron, untuk mencegah corrosion.
3. CAVITATION PITTING INHIBITOR, mencegah cavitation pada aluminium.
4. ALUMINIUM CORROSION INHIBITOR, mencegah korosi pada aluminium.
5. COPPER, COPPER ALLOY CORROSION INHIBITOR, mencegah korosi pada copper (tembaga) dan pada brass (kuningan).
6. ANTI-SCALE ADDITIVE, mencegah terbentuknya scale.
7. ANTI-FOAM AGENT, mencegah terjadi cavitation dengan mengurangi buih dalam air.
45. Fungsi Evacuator Valve
Evacuator terbuat dari karet dan dipasang pada bagian bawah cover Air Cleaner with built-in Cyclone. Pada saat engine mati, valve akan terbuka untuk membuang debu yang terkumpul pada air cleaner cover, sedangkan saat engine hidup, valve akan tertutup dan tertutup untuk membuang debu.


46. Fungsi Ejector Pipe
Ejector pipe dipasang diantara Precleaner Komaclone dan muffler, memanfaatkan kevakuman (negatif pressure) yang ditimbulkan oleh venturi pada port outlet muffler untuk secara otomatis membuang debu yang terkumpul pada Komaclone keluar luar melalui muffler.
47. Fungsi Pre-Cleaner
Sebagai penyaring awal untuk memisahkan kandungan debu kasar dari udara sebelum masuk kedalam Air cleaner.
48. Jenis Pre-Cleaner
US precleaner type (Cyclone)
- Cyclone atau pusaran angin yang dihasilkan oleh vane pada port intake, akan menimbulkan gaya centrifugal untuk melempar dan memisahkan kandungan debu dari udara, debu terkumpul pada sisi luar dust case, dan udara yang lebih bersih masuk kedalam air cleaner housing.
Filtering efficiency
Precleaner 40-50 %
Overall air cleaner system More than 99.9%
Komaclone
- Komaclone terdiri beberapa tabung yang mempunyai vane didalamnya, sehingga juga menghasilkan pusaran angin dengan cara yang sama dengan US precleaner dan memisahkan kandungan debu dan mengumpulkan didalam Komaclone, sehingga udara yang masuk kedalam air cleaner lebih bersih.
Filtering efficiency
Precleaner 80-90 %
Overall air cleaner system More than 99.9%
49. Fungsi Breather
Breather merupakan saluran untuk membebaskan pressure dari dalam crank case ke udara luar, sehingga tidak terjadi kenaikan pressure yang berlebihan akibat blow-by. Agar kotoran tidak dapat masuk kedalam crankshaft, didalam breather dipasang filter (wire mesh).

II. TOOL

1. Tachometer
Alat yang digunakan untuk mengukur putaran engine. Satu set terdiri, probe, cable, tachometer, tachometer drive.
2. Compression Tester Kit
Alat yang digunakan untuk mengukur compression pressure engine. satuan kg/cm2
3. Blow By Checker
Alat yang digunakan untuk mengukur blowby pressure engine. Satuan mmH20 - KPa
4. Temperature Tester Kit
Alat yang digunakan untuk mengukur temperature. Exhaust (high temp), Fluida, Surface (ambient). Satuan : oC
5. Handy Smoke Checker
Alat yang digunakan untuk mengetahui kwalitas exhaust gas, dengan mengukur kandungan bercak oli, fuel yang tidak terbakar dan membandingkannya dengan Table Bosch Index.
6. Pressure Gauge
Alat yang digunakan untuk mengukur pressure oli dalam system hydraulic atau pressure angin.
Satuan : kg/cm2, Mpa
7. Radiator Cap Tester
Alat yang digunakan untuk mengukur setting kerja pressure valve pada radiator cap tester, dan dapat juga digunakan untuk mengecheck kebocoran air pada cooling system engine.

8. Anemometer
Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebuntuan fin Radiator
9. Accumulator Tester
Alat yang digunakan untuk mengukur pressure nitrogen dalam bladder accumulator
10. Dial Gauge
Alat yang digunakan untuk mengukur endplay, runout, faceout, backlash, protusion, diameter dalam (bore gauge). Satuan : 0.001 mm
11. Convex Scale
Alat yang digunakan untuk mengukur panjang dan jarak.
12. Air Leak Tester
Alat yang digunakan untuk mengecheck kebocoran oli. misal kebocoran oli dari dalam case final drive melalui floating seal dan dapat juga digunakan untuk mengukur stroke piston clutch.
13. Multi Tester
Alat yang digunakan untuk mengukur tegangan [V], arus [I], dan hambatan [R] pada system kelistrikan. Pada jenis yang lebih canggih, juga dilengkapi untuk mengukur Frequency (Hz).
14. Flow Meter
Alat yang digunakan untuk mengukur flow discharge pump, dalam penggunaannya dipasang secara seri dengan port discharge pump. Satuan Lpm – kg/cm2
15. Harness Checker
Alat yang digunakan untuk mempermudah pengukuran tegangan [V] dan hambatan [R] pada wiring harness unit. Pada prinsipnya, alat ini hanya menghubungkan kabel secara paralel sesuai jumlah pin connectornya dan menghubungkannya dengan T- adapter . Pada T-adapter terdapat sejumlah lubang test pin dengan nomor urut yang mewakili nomor urut pin pada connector.
16. PH Tester / Kertas Lakmus
Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat keasaman suatu cairan, biasanya Air radiator.
17. Jangka Sorong / Vernier caliper
Alat yang digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam, panjang, ketebalan, kedalaman lubang pada suatu komponen.
Satuan : mm (0.05), inchi (1/128)
18. Hydro Tester
Alat yang digunakan untuk mengetahui berat jenis suatu liquid, biasanya untuk elektrolit battery.

III. TECHNICAL TERM
1. Engine Low Idle
Putaran engine terendah tanpa beban
2. Engine High Idle
Putaran engine tertinggi tanpa beban
3. Compression Pressure
Tekanan didalam ruang bakar yang dihasilkan pada saat piston bergerak dari BDC ke TDC dan kedua valve (intake dan exhaust) tertutup. Satuan : kg/cm2 - Psi
Compression ratio CR =
Vs + Vc
Vc
Vs : Volume Stroke
Vc : Volume Compression
Critical point saat pengukuran compression pressure :
- Cranking Rpm : 150 – 300 Rpm
- Valve clearance yang standart
- Water coolant temperature : + 60oC
4. Blow by Pressure
Tekanan didalam crank case akibat kebocoran pressure dari ruang bakar (compression dan combustion pressure), kebocoran pada Turbocharger dan air compressor. Pengukuran blow-by pressure pada dasarnya dilakukan untuk mengukur tingkat keausan (kondisi) liner dan ring piston.
Untuk memastikan Blow-by (terjadi keausan pada liner & ring piston)
- Pressure blow-by diatas standart / permissible
- Warna blow-by cenderung putih kebiru – biruan sebagai indikasi adanya oli yang terbakar.
- Oil consumption tinggi
- Hasil PAP (silicon- debu, metal wear)
- Trend analysis blowby-pressure
5. Torque Converter Stall Speed
Putaran engine pada saat torque converter stall, dimana turbin (output T/C) tidak berputar karena beban yang berlebihan (overload).
6. Rated Speed
Putaran engine pada HP max. Satuan : Rpm
7. Hydraulic Stall Speed
Putaran engine pada saat hydraulic system direliefkan. Satuan : Rpm
8. Boost Pressure
Tekanan didalam intake manifold yang dihasilkan oleh turbocharger. Satuan : mmHg / Kpa
9. Modulating Time
Waktu yang dibutuhkan untuk proses filling time (pengisian clutch) ditambah build-up time (kenaikan pressure secara bertahap) sampai specified modulating pressure tercapai.
10. Abnormal (unusual) Noise
Kelainan suara pada suatu komponen yang dapat disebabkan kerusakan inner part, lubricating inner komponen kurang – pada mechanical system. Sedangkan pada hydraulic system dapat disebabkan adanya angin yang terjebak dalam hydraulic motor atau pump.
11. Turbocharger Play
End play : Gerak bebas shaft turbocharger searah sumbu (axial).
Radial play : Gerak bebas shaft turbocharger tegak lurus terhadap sumbu (arah radial).
12. Work Equipment Speed
Kecepatan gerak work equipment (attachment) yang ditentukan oleh jumlah flow yang menuju actuator (cylinder atau motor) dan dapat digunakan sebagai indicator untuk mengetahui performance pump, control valve dan actuator (factor internal leakage).
Pengukuran dilakukan dalam satuan detik. (second)
13. Hydraulic Drift
Penurunan attachment pada saat control valve posisi netral, yang disebabkan oleh keausan berlebihan pada seal piston hydraulic cylinder atau spool-housing control valve, sehingga internal leakagenya besar. Akibatnya jika terdapat holding pressure pada salah satu sisi cylinder (head atau bottom), pada saat attachment menggantung, holding pressure tersebut akan bocor, sehingga attachment akan turun dengan sendirinya. Pengukuran hydraulic drift dilakukan pada saat engine mati.
14. Internal Leakage of gear pump
Backlash
Internal leakage pada gear pump yang terjadi pada bidang kontak teeth drive dan driven gear.
Top Clearance
Internal leakage pada gear pump yang disebabkan keausan yang terjadi pada bagian atas hosuing sisi suction yang disebabkan adanya gaya tekan terhadap gear karena pressure pada sisi discharge dan untuk mengurangi internal leakage tersebut, maka dipasang Side plate yang akan memanfaatkan sebagian pressure discharge pump untuk dialirkan menuju sisi suction melalui V- groove sebagai balancing pressure.
Side Clearence
Internal leakage pada gear pump yang disebabkan keausan yang terjadi pada sisi samping gear dengan housing dan untuk mengurangi internal leakage tersebut, maka dipasang Side plate yang akan menekan kontak permukaan dengan sisi gear, memanfaatkan pressure discharge pump.
- Internal Leakage of piston pump / motor
Clearance antara piston dengan cylinder barrel, bidang cembung kontak antara cylinder barrel dengan pressure valve (plate) tidak rata.
15. Relief Pressure (hydraulic)
Pressure maksimal dalam system hydraulic yang dibatasi oleh main relief valve, pada saat control valve digerakkan tetapi actuator (cylinder atau motor) tidak bergerak, karena actuator (cylinder) sudah end stroke atau overload.
Relief pressure (power train)
Pressure maksimal dalam system power train (T/M dan atau S/T) yang dibatasi oleh main relief valve, dan selalu terjadi standby pressure sebesar relief pressure sehingga responsive (tidak terjadi delay) saat digunakan untuk mengengagedkan clutch.
16. Safety Pressure
Pressure maksimal yang terjadi dalam sirkuit hydraulic antara control valve dan actuator yang dibatasi oleh safety valve, pada saat terjadi beban dari luar atau akibat pergerakan actuator lainnya. Untuk mencegah terjadinya kerusakan pada actuator (cylinder atau motor).
17. Cracking Pressure (Main relief valve)
Besarnya pressure pada saat awal valve mulai terbuka, yang nilai pressurenya diatas nilai tension springnya. Cracking pressure akan berubah hanya pada saat dilakukan adjustment.
Cracking pressure (Bypass valve filter)
Perbedaan pressure antara sebelum dan sesudah filter, jika melebihi cracking (tension spring) saat filter mengalami kebuntuana, maka bypass valve baru akan terbuka.
18. Setting Pressure
Hasil pembacaan (measurement) pressure gauge pada saat control lever digerakkan, sedangkan actuator (hydraulic cylinder atau motor) tidak bergerak. Besarnya setting pressure bervariasi sesuai dengan Flow discharge pump (setting pressure saat low idle akan lebih kecil dibanding saat high idle atau adanya perbedaan sudut pump)
19. Over Drive Transmission
Transmission dimana pada saat speed gear tertinggi, putaran output shaft transmission lebih besar dari putaran engine (input shaft transmission) atau speed ratio lebih besar dari 1.
20. Direct Drive Transmission
Transmission dimana pada saat speed gear tertinggi, putaran output shaft transmission sama dengan putaran engine (input shaft transmission) atau speed ratio sama dengan 1.
21. Preload
Beban awal yang sengaja diberikan untuk menentukan clearance antara inner dan outer race pada cone (taper) bearing.
22. Caster
Sudut kemiringan mundur kingpin terhadap sumbu vertical roda, saat dilihat dari samping. Sehingga tumpuan beban unit terhadap permukaan jalan pada roda depan, terletak dibelakang garis tengah tumpuan kingpin, dengan demikian roda depan cenderung bergerak ke arah steering digerakkan dan akan kembali secara otomatis ke posisi semula setelah steering dinetralkan untuk meningkatkan kestabilan steering.
23. Camber
Sudut kemiringan luar roda depan terhadap sumbu vertical, saat dilihat dari depan unit. Dengan tujuan :
- Untuk memberikan beban kepada wheel inner bearing agar beban merata dengan wheel outer bearing
- Untuk mendekatkan titik tumpu beban terhadap permukaan tanah pada front wheel, dengan perpanjangan garis tengah kin pin pada permukaan tanah.
- Bersama dengan king pin angle of inclination, camber meningkatkan faktor kemudahan pergerakan steering wheel.
24. King Pin Inclination
Kin pin tidak benar-benar tegak lurus terhadap permukaan tanah, tetapi cenderung sedikit miring kedalam, dan sudut yang terbentuk disebut king pin angle of inclination. Bersama dengan camber, sudut inclination meningkatkan faktor kemudahan pergerakan steering wheel.
Ketika roda depan berputar selama unit travel dengan garis tengah king pin sebagai garis tengah tegak lurus (center axis), roda depan akan cenderung terangkat ketas. Hal itu terjadi karena merupakan efek samping karena adanya gaya yang cenderung mengembalikan roda ke posisi sebelumnya. Saat unit berbelok sedikit dan masih agak meneruskan jalan lurus kedepan, pelepasan steering wheel akan menimbulkan gaya balik (restoring force), dan membawa steering wheel kembali ke posisi sebelumnya. Sudut inclination biasanya sekitar 5 - 8°.
25. Toe – In, Toe – out
Berlaku untuk roda depan yang menunjukkan Perbedaan jarak antara garis tengah roda kanan dengan roda kiri, diukur pada bagian depan dan bagian belakang. (saat dilihat dari atas). Jika lebih lebar bagian belakang disebut toe-in, sedangkan jika lebih lebar bagian depan maka disebut toe-out.
26. Clutch Outer Lever Play
Gerak bebas linkage clutch booster, sebagai indikasi clutch full engaged.
27. All Diff. Locks (Six wheel drive) (A40)
Saat diperlukan semua roda jadi penggerak maka switch 6x6 dapat diaktifkan untuk menggerakkan dog clutch agar menghubungkan semua side gear pada masing masing differential, sehingga semua (6 sisi) putaran roda sama besar torquenya.
28. Brake Cooling System (A40)
System pendinginan brake clutch (disc plate) didalam final drive, dengan cara mengalirkan flow oli untuk merendam clutch, sehingga panas yang terjadi karena gesekan clutch akan diserap oleh oli dan dialirkan untuk didinginkan dalam oil cooler.
29. Brake Cooling valve (A40)
Solenoid valve for brake cooling circulation MA5201 akan energized untuk menghubungkan oil return dari fan cooling menuju brake cooling motor sebagai penggerak brake cooling pump
30. Differential lock (Inter Wheel) (A40)
Diaktifkan untuk menggerakkan dog clutch untuk menghubungkan kedua side gear differential, sehingga putaran dan torque pada kedua sisi roda menjadi sama.
31. VEB (Volvo Engine brake) (A40)
Suatu system braking yang menggunakan engine sebagai brake dengan dua system yang berbeda : EPG dan VCB
32. Engine Pressure Governor (Exhaust brake) (A40)
Sebuah system brake yang menggunakan Air cylinder sebagai penggerak damper (butterfly valve) yang terpasang pada exhaust pipe, sehingga exhaust gas tertahan untuk menimbulkan braking effect pada engine saat exhaust stroke dengan meninbulkan brake pressure yang terjadi antara ruang bakar (piston) dengan damper. (Memanfaatkan engine sebagai brake)
33. VCB Brake (Volvo Compression Brake) (A40)
Saat compression stroke dan power stroke, pembukaan exhaust valve diatur sehingga terjadi over (back) pressure dalam ruang bakar untuk menimbulkan braking effect pada crankshaft. Hal ini didapat karena adanya 2 buah extra cam pada permukaan exhaust cam, ketinggian angkat (lifting height) extra cam sangat kecil jika dibandingkan dengan primary exhaust cam. Dengan demikian, extra cam akan sedikit membuka exhaust valve, pada sekitar BDC setelah intake stroke, akibatnya high exhaust pressure akan masuk dan mengisi ruang bakar (pada kondisi ini EPG juga bekerja). Selama compression stroke, braking effect akan semakin kuat sebanding dengan back pressure yang terjadi. Dan pada akhir compression stroke, exhaust valve sedikit terbuka sekali lagi, untuk membebaskan pressure (decompressed). Dengan demikian tambahan gaya dorong piston kebawah akan dihilangkan selama power stroke, dan akan memperbesar braking effect yang terjadi.
34. FOPS / ROPS (Fall Over Protection Structure) (Roll Over Protection Structure)
Cabin dirancang dengan kerangka utama yang mampu menahan beban yang besar saat tertimpa atau kejatuhan material atau saat unit terguling, sehingga tidak terjadi kecelakaan yang fatal pada operatornya.
35. Gear shift inhibitor (A40)
Suatu system untuk mencegah terjadinya shiftdown secara tiba tiba saat terjadi kesalahan operasi, misalnya pada awalnya gearshift selector posisi D dan actual gearspeed 6th , kemudian secara tidak sengaja gearshift selector diposisi 1, maka gearspeed tidak akan dapat langsung shiftown ke gearspeed 1st , tetapi akan shiftdown secara bertahap 5th, 4th, 3rd, 2nd , 1st . sehingga tidak terjadi hentakan yang dapat menyebabkan kerusakan pada komponen transmission.
36. Inter axle (A40)
Suatu system yang digunakan untuk menyamakan putaran antara front bogie differential dengan front bogie differential dengan mengaktifkan dog clutch pada third differential (front bogie.
37. Intercooler (A40)
Digunakan untuk mendinginkan Air Intake sebelum masuk ke Intake manifold dengan menggunakan hembusan angin yang dihasilkan oleh Fan cooling motor, sehingga tingkat density, atau kerapatan Air Intake semakin padat dan kwalitas pembakaran semakin baik untuk mendapatkan engine power yang maksimal.
38. Keystone model of Piston Ring (A40)
Compression ring yang terpasang pada piston bagian paling atas, yang dapat menahan pressure dan temperature tinggi sehingga mengurangi tingkat kebocoran pressure dalam ruang bakar menuju crank case.
39. LDB (Load & Dump Brake) (A40)
Switch yang digunakan untuk mengaktifkan brake load unit saat loading dan dumping, tanpa harus menginjak pedal brake, sehingga mengurangi penggunaan parking brake.
40. Longitudinal Differential lock (A40)
Differential lock yang terletak dalam drop-box, yang diaktifkan dengan dog clutch untuk menghubungkan kedua sisi side gearnya, sehingga putaran front axle dan front bogie axle menjadi sama. Jika system mendeteksi terjadi negative torque pada transmission saat VEB dan atau retarder dioperasikan, maka longitudinal differential lock secara otomatis akan aktif.
41. Operator Blind Side / Blind spot (A40)
Daerah sekitar unit operasi yang tidak terlihat oleh operator saat mengoperasikan unitnya, sehingga unit dirancang sedemikian rupa untuk memperkecil blind spoot dan memperluas jangkauan pandang.
42. Transmision over speeding
Suatu kondisi yang terjadi karena adanya factor percepatan unit atau keterlambatan braking (terutama saat unit travel pada jalan turunan) sehingga kecepatan transmission (power train) melebihi kecepatan maksimalnya, dan dapat menyebabkan kerusakan pada engine karena transmission akan memutar engine
43. Transmission Slipping
Transmission tidak mampu menyalurkan tenaga engine ke power train, dan justru terjadi keausan abnormal pada clutch (disc-plate), karena Torque Transmitting Capacity clutch lebih kecil dari tenaga yang harus disalurkan. Hal ini dapat disebabkan antara lain :
- Internal leakage pada seal piston berlebihan, sehingga pressure clutch turun
- Keausan berlebihan pada clutch
- Setting main relief atau modulating valve terlalu rendah
- Beban kerja berlebihan dan dipaksakan (Overload)
44. Tire Run-out
Penyimpangan putaran pada diameter luar roda searah radial
45. Toe-in
Perbedaan jarak antara garis tengah roda kanan dengan roda kiri depan, diukur pada bagian depan dan bagian belakang, dimana lebih lebar bagian belakang saat dilihat dari atas.
46. Front Wheel Bearing Play
Gerak bebas bearing searah sumbu axial pada front wheel hub.
47. Steering Wheel Play
Gerak bebas steering wheel pada saat engine mati, jika berlebihan hal ini dapat disebabkan adanya keausan berlebihan pada spline, spider joint atau keausan pada inner part steering valve. Pengukuran dilakukan pada diameter luar (keliling) steering wheel.
48. Exhaust Brake (HD)
Suatu system yang bekerja secara otomatis akan menutup exhaust pipe engine pada sisi outlet turbocharger dengan mechanism leaf flap, untuk mendapatkan braking effect. Sehingga saat exhaust stroke, exhaust gas akan tertahan yang berakibat putaran engine juga akan tertahan dan menimbulkan braking effect untuk mengurangi kecepatan travel unit. Exhaust brake solenoid valve bekerja sesuai arus perintah dari transmission controller, dan hanya akan aktif saat lock-up clutch engaged / ON.
49. Front Brake Cut Off (HD)
Suatu system yang dioperasikan secara manual dengan memposisikan Front brake cut-off switch ON, untuk menCancel front brake agar tidak bekerja saat service brake pedal diinjak. Dengan tujuan agar operator berkonsentrasi pada steering wheel, tidak perlu menarik retarder lever untuk mengaktifkan rear brake, tetapi dengan menginjak service brake, pada saat unit beroperasi di permukaan jalan yang licin.
50. Brake Cooling System & BCV (HD & HM)
System pendinginan brake clutch (disc plate) didalam final drive, dengan cara mengalirkan flow oli untuk merendam clutch, sehingga panas yang terjadi karena gesekan brake clutch akan diserap oleh oli dan dialirkan untuk didinginkan dalam oil cooler.
(HD) Terdapat brake cooling valve & solenoid yang akan bekerja untuk memby-passkan flow discharge brake cooling pump kembali ke tank, pada saat rear brake tidak dioperasikan, sehingga menghilangkan churning resistance untuk mengurangi power loss, saat unit sedang travel. Sedangkan saat unit travel dan rear brake dioperasikan, BCV akan mengalirkan flow discharge pump menuju clutch untuk mendinginkannya. Jika terjadi keabnormalan system, dan pressure naik melebihi 9 kg/cm2, BCV akan bekerja untuk membypasskan sebagian oli kembali ke tank, sehingga kenaikan pressure abnormal tidak terjadi.
(HM) Brake cooling valve dipasang secara parallel dengan jalur yang menuju brake cooling dan bekerja untuk membatasi maksimal pressure pada rear & center brake : 8 kg/cm2, sedangkan untuk front brake : 4 kg/cm2.
51. Brake effect distance
Diukur dari titik pada saat foot brake pedal atau retarder brake valve dioperasikan sampai titik dimana unit berhenti (dalam satuan meter). Kecepatan travel unit sekitar 32 km/h (HD & HM) 20 km/h (WA), pada permukaan jalan yang lurus, datar, rata dan pressure angin mencapai + 8 kg/cm2. Pengukuran braking effect distance bertujuan untuk mengukur jarak actual effect brake, sehingga kemampuan total brake dapat diketahui.
52. Lock-up Clutch Pressure (HD & DZ)
Pressure yang digunakan untuk mengengagedkan lock-up clutch, besar pressure diatur oleh lock-up modulating valve sebesar 16 + 0.5 kg/cm2 (HD), 14 kg/cm2 (DZ), 18,5 kg/cm2 (HM) dan kenaikan pressurenya diatur secara bertahap sehingga mengurangi kejutan yang terjadi.


53. Stator Clutch Pressure (DZ)
Pressure yang digunakan untuk mengengagedkan stator clutch, besar pressure diatur oleh stator modulating valve sebesar 27 + 1 kg/cm2 dan kenaikan pressurenya diatur secara bertahap sehingga mengurangi kejutan yang terjadi.
54. Brake Performance (DZ)
Kemampuan brake clutch yang dapat diketahui dengan melakukan Torque Converter stall, T/C harus stall saat speed F3. Brake performance dipengaruhi oleh kekuatan tension believille spring, tingkat keausan pada disc-plate dan adjustent brake lingkage & potentiometer.
55. Hydraulic Idler Cushion (HIC) (Big Digger)
Suatu system peredam kejutan pada component under carriage saat mendapat beban kejut dari arah depan (idler) dengan menggunakan cylinder hydraulic yang dihubungkan dengan Accumulator. Gas Nitrogen dalam accumulator akan menyerap beban kejutan atau kenaikan pressure secara tiba tiba dengan kemampuan menyusut dan memuai tanpa terjadi kenaikan temperature.
56. Time Lag (Big Digger)
Keterlambatan waktu pergerakan attachment setelah cylinder end stroke atau mendapatkan benturaran sebagai indikasi kemampuan respon terhadap perubahan beban atau pressure yang mendadak, pada saat control valve digerakkan.
57. Charging Pump Pressure (PC)
Pressure oli yang dihasilkan oleh charging pump dan besarnya pressure dibatasi oleh charging relief valve. Dalam system digunakan sebagai pilot pressure (PPC valve & solenoid) serta untuk pilot pressure control pump.
58. Swing Brake Angle (PC)
Sudut yang terbentuk dan diukur dari titik dimana gerakan swing dihentikan (PPC valve dinetralkan) sampai upper structure benar benar berhenti berputar dan digunakan sebagai indikasi kemampuan (setting) swing counter balance valve (atau swing safety valve). Pengukuran dilakukan minimal setelah satu putaran penuh upper structure dengan lever PPC full stroke, engine high speed dan attachment full stroke.
59. Open center Load Sensing System (PC)
Suatu system pengaturan flow discharge pump agar sesuai dengan variasi beban yang terjadi dan sudut pergerakan PPC valve (stroke spool control valve), sehingga Torque yang diserap oleh system hydraulic selalu dapat sesuai dengan power engine (rated speed). Juga terdapat fungsi cut-off yang bekerja untuk memperkecil sudut pump sesaat sebelum relief pressure tercapai, sehingga mengurangi terjadinya hydraulic relief loss. Dalam system OLSS terdapat TVC valve, CO & NC valve serta Servo valve & piston.
60. Back Pressure Compensating Valve (PC)
Valve yang dipasang pada sisi return control valve, untuk menimbulkan back pressure yang digunakan untuk membantu kerja suction atau vaccum valve serta sebagai pembatas minimal pressure Pd.
61. Track Tension (PC)
Kekencangan track link harus sesuai standart, sehingga tidak terjadi keausan abnormal. Jika track tension terlalu kencang, justru akan menyebabkan tambahan beban pada travel motor, disamping dapat mempercepat tingkat keausan.
62. Cut Off Pressure (PC)
Besar pressure yang digunakan sebagai batas system untuk meminimalkan sudut Main Pump, yang ditentukan sesaat sebelum relief pressure tercapai, sehingga mengurangi terjadinya hydraulic relief loss. Karena pada dasarnya pencapaian cut-off pressure dengan relief pressure relative sangat pendek, sedangkan saat relief pressure tercapai, attachment sudah tidak bisa digerakkan, sehingga percuma dan hanya membuang tenaga engine jika flow discharge pump masih dipertahankan besar.

63. LS - Differential Pressure (PC small)
LS diffential pressure  PLS = Pump discharge pressure PP – LS pressure PLS
Sudut swash plate pump ( flow discharge pump) akan diatur sedemikian rupa sehingga LS differential pressure  PLS (perbedaan pump pressure PP dan outlet control valve port pressure LS yang dipengaruhi oleh pressure beban actuator) selalu konstan.
Jika LS differential pressure  PLS lebih rendah dari setting pressure LS valve (saat pressure kerja actuator tinggi) swash plate pump akan bergerak ke posisi maximum, sedangkan jika LS differential pressure  PLS lebih tinggi dari setting pressure LS valve (saat pressure kerja actuator rendah) swash plate pump akan bergerak ke posisi minimum.
64. Single/Double Stage main relief (PC)
Relief valve yang mempunyai 2 tingkat setting pressure (1st = 320 kg/cm2, 2nd = 350kg/cm2), yang bertujuan untuk meningkatkan tenaga (power) attachment. Prinsip kerja 2 stage relief valve adalah memperkuat tension spring main relief dengan mekanisme piston yang digerakkan oleh pilot pressure. Agar speed attachment tetap dapat dipertahankan maka sudut pump akan dipertahankan dengan menCancel CO valve.
65. Track Gauge (PC)
Jarak antara titik tengah track shoe sebelah kanan dan sebelah kiri.
66. Travel Deviation (PC)
Terjadi penyimpangan arah travel (belok dengan sendirinya) saat unit dijalankan maju atau mundur lurus, yang terjadi karena terdapat perbedaan putaran pada kedua sisi kanan dan kiri track link. Hal ini dapat disebabkan dari factor mekanikal : jumlah track link berbeda (sudah pernah dipotong pada satu sisi) atau kekencangan track link kedua sisi tidak sama, sedangkan factor hydraulic disebabkan adanya perbedaan jumlah flow oli yang memutar travel motor karena misadjustment salah satu linkage travel, pilot pressure control pump lebih besar salah
67. Total Hydraulic Drift (PC)
Kecepatan penurunan attachment yang diukur dari ketinggian teeth bucket terhadap permukaan tanah selama 15 menit, postur attachment diposisikan Full Boom Raise, Full Arm Out dan Full Bucket Curl satu sisi, salah satu pump atau travel motor internal leakagenya besar, dsb
68. Permisible water depth (PC)
Batas kedalaman air saat unit beroperasi pada medan berair adalah garis tengah carrier roller. Saat menjalankan unit keluar dari dalam air, jika sudut kemiringan unit melebihi 15o, bagian belakang upper structure (sisi engine) akan masuk terendam kedalam air, dan putaran fan akan mengenai air, sehingga fan dapat rusak atau putus..
69. Travel speed (PC)
Travel speed idle : Waktu yang diperlukan untuk melakukan 5x putaran track link.
Naikkan salah satu sisi track link, dengan posisi Boom lower dan putar track link 1x
Ukur waktu yang diperlukan untuk 5x putaran berikutnya. (Travel speed Lo & Hi).
Travel speed actual : Waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak 20 m.
Jalankan unit pada permukaan jalan yang rata, datar dan kering sejauh 10 m.
Ukur waktu untuk menempuh jarak 20 m berikutnya. (Travel speed Lo Hi).
70. Swing drift (PC)
Pergeseran posisi upper structure terhadap lower structure saat unit diparkir pada sudut kemiringan 15o dengan posisi upper structure menyilang 90o terhadap lower structure dan attachment diangkat. Pergeseran tidak boleh terjadi dan diukur setelah 5 menit, hal ini sebagai indikasi kemampuan swing brake clutch (tingkat keausan brake clutch dan tension spring).
71. Fuel soot
Menunjukkan jumlah kandungan jelaga atau Carbon dalam oli engine, sebagai akibat pembakaran tidak sempurna, dimana perbandingan jumlah udara tidak mencapai 14,5 gram untuk setiap 1 gram fuel, sehingga ada sebagian fuel yang tidak terbakar sempurna dan menjadi jelaga (arang Carbon). Hal ini biasanya disebabkan karena kebuntuan pada Air cleaner saat unit operasi, sehingga jumlah udara yang masuk menjadi sedikit, disamping faktor kerusakan lainnya pada component intake system.
72. Fuel dillution
Menunjukkan jumlah kandungan fuel (solar) yang tercampur langsung dalam oli, yang dapat disebabkan adanya kebocoran pada FIP (plunger atau seal feed pump), atau Supply pump lainnya, sehingga fuel langsung bercampur dengan oli. Disamping itu dapat juga disebabkan nozzle atau injector pecah, karena fuel tidak mengabut, maka sulit untuk terbakar dan langsung bocor melalui kebocoran ring piston ke crank shaft dan bercampur dengan oli.
73. Silicon
Menunjukkan jumlah kandung debu atau kotoran dalam oli, hal ini dapat disebabkan karena proses refilling oli saat maintenance yang tidak memperhatikan kebersihan ataupun karena lingkungan yang berdebu. Akan tetapi, jika silicon berasal dari sisi intake system, misalnya terjadi kebocoran pada Air Cleaner, maka akan menyebabkan kerusakan pada liner-ring piston karena terjadi keausan abnormal antara keduanya, sehingga kandungan metal dalam oli juga meningkat tajam dan akibat lebih lanjutnya, terjadi kenaikan yang besar pada blow-by pressure.

IV. TROUBLE ANALYSIS
1. Engine Hunting
Putaran engine yang tidak stabil, naik turun tidak beraturan yang disebabkan ada udara yang masuk dalam fuel system dari sisi suction pump (misal terjadi kebocoran hose, o-ring dsb). Sehingga seolah olah terjadi perubahan Firing Order (urutan pembakaran).
2. Engine Overheat akibat Cooling System
Suatu kondisi dimana temperature air pendingin diatas normal (+ 105oC), yang disebabkan keabnormalan cooling system
- Thermostat jammed tertutup,
- Radiator (core atau fin) buntu,
- Fan belt kendor, dsb
3. Blow By Pressure terlalu tinggi
- Keausan berlebihan pada ring piston & liner
- Kebocoran pada valve steam dan guide (intake-boost pressure, exhaust-exhaust gas)
- Kebocoran boost pressure melalui pushrod sleeve. dsb
4. Exhaust Temperature terlalu tinggi
Pada intinya disebabkan pembakaran tidak sempurna, dimana perbandingan udara dengan bahan bakar tidak seimbang, udaranya lebih sedikit.
- Air cleaner buntu
- Turbocharger broken
- Overfuelling, dsb
5. Boost Pressure terlalu rendah
- Air cleaner buntu
- Turbocharger broken, dsb
6. Suara yang tidak normal dari Hydraulic Pump
- Kerusakan inner part atau keausan berlebihan
- Ada angin yang terjebak, karena bleeding tidak sempurna
- Bearing pump jammed, dsb
7. Hydraulic Oil Overheating
- Fin oil cooler buntu
- Setting main relief terlalu tinggi
- Operasi overload secara terus menerus, dsb
8. Work Equipment Speed lambat
Pada intinya disebabkan flow oli yang menuju actuator terlalu sedikit dan dapat disebabkan :
- Flow discharge pump rendah (internal leakage, pilot control pump abnormal)
- Internal leakage pada control valve terlalu besar
- Spool C/V tidak bisa full stroke dsb
9. Hydraulic Drift besar
- Internal leakage pada cylinder hydraulic terlalu besar
- Internal leakage pada control valve terlalu besar
10. Unusual noise dari Hydraulic Pump
- Keausan berlebihan pada inner component pump
- Ada angin yang terhisap oleh pump
- Bearing atau bushing pump jammed. dsb
12. Engine Oil Pressure Monitor tidak mau mati
- Engine oil pressure drop : relief valve jammed terbuka, keausan inner component berlebihan
- Sensor engine oil pressure abnormal
13. Pump Flow Rate tidak tercapai
- Internal leakage pump terlalu besar.
- Strainer outlet hydraulic tank buntu.
14. Stall Speed terlalu tinggi (HD & HM & DZ)
- Setting relief valve terlalu rendah
- Setting regulator valve terlalu rendah
- Internal leakage pada Torque Converter terlalu besar. dsb
15. Stall Speed terlalu rendah (HD & HM & DZ)
- Power engine turun yang disebabkan keabnormalan pada intake system atau fuel system.
- Setting relief valve T/C terlalu tinggi
- Setting regulator valve terlalu tinggi, atau terjadi kebuntuan pada oil cooler, sehingga pressure dalam torque converter terlalu tinggi. dsb
16. ECMV Pressure tidak tercapai (HD & HM & DZ)
- Solenoid valve rusak, nilai resistancenya bertambah besar.
- Spool pressure valve jammed.
- Fill switch jammed OFF atau Internal leakage pada clutch piston terlalu besar. dsb
17. Lock-up Clutch Pressure terlalu rendah (HD & HM & DZ)
- Spool lock-up modulating valve jammed.
- Spring lock-up modulating valve patah
- Internal leakage pada lock-up piston terlalu besar. dsb
- Terjadi kebocoran pada piping sisi inlet pump, sehingga angin terhisap masuk. dsb
18. Steering Wheel Play terlalu longgar (HD & HM & Light truck)
- Keausan pada spline steering shaft terlalu besar
- Universal joint aus berlebihan
- Steering valve (orbitroll) atau gear box aus berlebihan. dsb
19. Retarder Brake tidak berfungsi (HD)
- Retarder valve misadjustment atau spring retarder valve patah
- Rear brake clutch aus berlebihan
- Terdapat angin dalam brake oil system karena bleeding tidak sempurna. dsb
20. Braking Efect distance dari Emergency brake terlalu jauh (HD & HM)
- Air pressure drop
- Terdapat angin dalam brake oil system karena bleeding tidak sempurna.
- Misadjustment parking brake. dsb
21. Engine Overrunning (HD & HM)
- Auto retarder solenoid tidak berfungsi, sehingga power train memutar engine karena pengaruh beban dan faktor percepatan.
- Misadjustment input shaft transmission speed sensor, sehingga auto retarder tidak bekerja.
- Keabnormalan pada FIP, sehingga overfueling. dsb
22. Torque Converter Overheating (HD & HM & DZ)
- Setting relief valve T/C terlalu tinggi
- Setting regulator valve terlalu tinggi, atau terjadi kebuntuan pada oil cooler.
- Unit sering operasi overload. dsb
23. Torque Converter Lock-up Clucth tidak bekerja (HD & HM & DZ)
- Lock-up solenoid valve putus, atau inner plungernya jammed
- Seal lock-up piston clutch bocor
- Lock-up clutch aus berlebihan. dsb
24. Torque Converter Low Efficiency (HD & HM & DZ)
- Internal leakage T/C terlalu besar
- Stator jammed, sehingga tidak bisa mengarahkan oli dari turbin menuju pump
- Setting relief valve T/C terlalu rendah. dsb
25. Transmission Slip (HD & HM & DZ)
Internal leakage pada seal piston berlebihan, sehingga pressure clutch turun
- Keausan berlebihan pada clutch
- Setting main relief atau modulating valve terlalu rendah. dsb
26. Steering terasa berat (HD & HM)
- Steering orbitroll valve aus berlebihan
- U-joint steering shaft jammed.
- Demand valve spool jammed ke posisi flow discharge menuju hoist system. dsb
27. Gerakan Hoist lambat (HD & HM)
- Flow discharge pump terlalu kecil -> internal leakage
- Steering demamd valve jammed, sehingga flow discharge menuju steering circuit
- Spool hoist C/V tidak bisa end stroke. dsb
28. Steering susah belok (DZ)
- Misadjustment linkage steering atau PCCS lever potentiometer
- Steering brake aus berlebihan
- Steering clutch pressure terlalu rendah : kebocoran seal piston. dsb
29. Travel Deviation Out of Standard (PC & big digger)
Pada dasarnyanya karena terdapat perbedaan putaran pada kedua sisi kanan dan kiri track link.
- Factor mekanikal :
Jumlah track link berbeda (sudah pernah dipotong pada satu sisi)
Kekencangan track link kedua sisi tidak sama,
- Factor hydraulic disebabkan adanya perbedaan jumlah flow oli yang memutar travel motor
Misadjustment salah satu linkage travel,
Pilot pressure control pump lebih besar salah satu sisi,
Salah satu pump atau travel motor internal leakagenya besar, dsb
30. Track Tension Sering Kendor (DZ)
- Seal adjuster bocor
- Recoil spring patah
- Nipple adjuster bocor. dsb
31. Work Equipment Low Power (PC)
Pada dasarnya disebabkan relief pressure lebih rendah dari standartnya
- Adjustement main (primary) relief valve terlalu rendah
- Adjustment safety (secondary) valve terlalu rendah
- Main relief atau safety valve jammed terbuka atau springnya patah. dsb
32. Hydraulic Oil Overheating (big digger)
- Fin oil cooler buntu
- Unit sering operasi overload (relief pressure tercapai)
- Speed fan motor terlalu rendah. dsb
33. Swing Speed lambat (PC)
Pada dasarnya disebabkan kurangnya flow oli yang diperlukan untuk circuit swing
- Flow discharge swing pump terlalu rendah : internal leakage, sudut pump terlalu kecil
- Internal leakage swing motor terlalu rendah
- Keabnormalan mechanical system : swing gear atau swing circle bearing jammed. dsb
34. Engine cannot high idle
- Fuel control dial, throttle command signal terlalu rendah
- Keabnormalan pada engine saver, sehingga selalu memposisikan engine low idle
- High idling validation switch tidak bisa ON . dsb
Note :
Item trouble anaylis diatas hanya merupakan sebagian kecil dari analisa kerusakan, sehingga harus dikembangkan sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi unit masing masing, sehingga perlu untuk meningkatkan pemahaman system control unit secara menyeluruh

V. Item KETRAMPILAN
Lakukan sesuai check list dengan prosedur seperti dalam OMM dan SHOP MANUAL.

VI. MEASURING
Note :
Critical point saat measuring harus diperhatikan, sehingga nilai hasil pengukuran dapat actual dan akurat, agar dapat dijadikan dasar untuk melakukan analisa :
- Kondisi saat measurement yang meliputi : (sesuaikan dengan standart table shop manual)
- Temperature air radiator : dalam range kerja
- Temperature oli hydraulic : 50o – 70oC
- Temperature oli power train (transmission) : 50o – 80oC
- Gunakan tool standart yang kondisinya baik.
- Lakukan sesuai prosedur dalam shop manual ataupun OMM

(Note : Gunakan hanya sebagai wacana pembelajaran * tetap gunakan referensi yang lain,: Shop manual, OMM, dsb. Keepsmile langdaddy).

Pengikut